TRIBUNNEWS.COM, LAHORE — Seorang wanita di kota Lahore, Pakistan, ditangkap aparat kepolisian karena membakar anak perempuannya hingga tewas.
Berdasarkan keterangan polisi, wanita bernama Parveen itu tega melakukan perbuatan keji tersebut karena sang anak menikah tanpa persetujuan keluarga.
Polisi mengungkapkan, di tubuh korban bernama Zeenat Rafiq itu, juga ditemukan tanda-tanda penganiayaan sebelum dia disiram dengan bahan bakar cair dan disulut hingga terbakar.
Seperti diberitakan laman BBC, Kamis (9/6/2016), sang ibu awalnya memerintahkan Rafiq untuk meninggalkan rumah mertuanya. Namun, perintah itu ditolak hingga terjadi kasus ini.
Penyerangan terhadap wanita yang melanggar aturan konservatif dalam pernikahan di Pakistan sudah terjadi tiga kali sepanjang bulan ini.
Minggu lalu, seorang guru, Maria Sadaqat, juga dibakar di Murree, dekat Islamabad, karena menolak lamaran pernikahan. Maria pun tewas akibat luka bakar yang dialaminya.
Pada awal bulan, para tokoh kampung di dekat Abbottabad memerintahkan pembunuhan terhadap seorang gadis muda.
Wanita itu pun tewas dibakar karena dituduh membantu teman untuk kabur bersama kekasihnya.
Kini, Zeenat Rafiq, gadis berusia 18 tahun ini, menjadi korban. Sebelum dibakar, dia mengalami penganiayaan.
Menurut polisi, di tubuhnya ditemukan tanda-tanda kekerasan, termasuk jejak cekikan di leher.
Penyelidikan terhadap jasad Rafiq menunjukkan dia masih hidup ketika dibakar.
Perwira Polisi Ibadat Nisar mengatakan, saat ini polisi masih memburu abang kandung Rafiq yang kini buron.
Sementara itu, sang ibu ditemukan bersama dengan jasad Rafiq di rumah mereka.
"Si ibu sudah mengakui perbuatannya, tetapi kami sulit memercayai ada wanita berusia 50 tahun dapat melakukan aksi semacam ini sendirian, tanpa bantuan anggota keluarga yang lain," kata Nisar.
Kasus ini terungkap ketika para tetangga mengontak pihak berwenang setelah mendengar ada teriakan.
Namun, Rafiq sudah telanjur tewas ketika polisi tiba di lokasi kejadian.
Rafiq dan suaminya Hassan Khan diketahui menikah seminggu lalu di hadapan pengadilan setelah sebelumnya Rafiq kabur dari
Dia pergi dan tinggal bersama keluarga Hassan.
"Ketika dia mengaku kepada orangtuanya tentang kami, dia langsung dihajar dengan keras. Darah sampai keluar dari hidung dan mulutnya," kata Hassan.
"Keluarga Rafiq meminta dia kembali dan menjanjikan rekonsiliasi dengan pesta pernikahan yang pantas. Namun, dia tetap takut," kata dia.
"'Mereka tak akan memberikan kesempatan kepada saya', begitu kata dia," ujar Hassan lagi.
Menurut Hassan, dengan keraguan yang melanda, Rafiq sesungguhnya tak mau kembali ke rumah.
"Namun, pihak keluarga terus berusaha meyakinkan dia," ungkap pemuda itu.
"Namun, tak pernah kami bayangkan bahwa dia akan dibunuh seperti sekarang ini," katanya.
Kebiasaan tak berubah
Hampir 1.100 wanita di Pakistan dibunuh oleh sanak keluarganya sendiri sepanjang tahun lalu.
Pembunuhan itu umumnya mereka sebut sebagai pengorbanan untuk menyelamatkan kehormatan keluarga.
Sebuah lembaga independen Human Rights Commission of Pakistan (HRCP) mengungkapkan, masih banyak kasus serupa yang tak dilaporkan.
Kekerasan terhadap wanita oleh famili sendiri seolah menjadi hal yang lumrah di Pakistan.
Najam U Din, selaku salah satu Direktur HRCP, mengatakan, kebiasaan sosial di Pakistan ini tak berubah meski sudah terjadi peningkatan taraf pendidikan dan juga kebebasan bagi kaum perempuan.
"Jadi, ketika wanita menjadi lebih tegas dan enggan tunduk kepada keluarga, misalnya ketika mereka berkeras untuk melanjutkan pendidikan, atau mengambil keputusan independen lainnya, lingkungannya akan melarang," kata Din.