TRIBUNNEWS.COM - Salah satu perintah pertama yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump adalah otorisasi atas serbuan pasukan khusus ke Yaman. Yang jadi sasaran adalah Abdulrauf al Dhahab.
Abdulrauf adalah saudara dari ulama radikal Anwar al Awlaki yang berhasil ditewaskan AS melalui serangan drone pada 2011.
Abdulrauf yang juga berafiliasi dengan al Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) bersembunyi di rumah keluarga besar klan Dhahab di provinsi Bayda.
Operasi penyergapan (raid) kediaman al Dhahab sudah direncanakan berbulan-bulan.
Awalnya pihak administrasi Presiden Barack Obama telah berulangkali menolak untuk mengotorisasi misi karena menghitung resiko serbuan ke wilayah yang dikuasai oleh militan garis keras dan manfaat yang didapat tidak sebanding.
Presiden Trump yang berupaya mencapai kemenangan-kemenangan instan ternyata menyetujui operasi tersebut pada minggu kedua Januari 2017.
Yang ditunjuk sebagai eksekutor adalah SEAL Team 6 (ST6), atau yang saat ini bernama resmi United States Naval Special Warfare Development Group atau singkatnya DEVGRU.
Misi serbuan ke Bayda sendiri diputuskan dilancarkan pada Sabtu malam, 28 Januari 2016, ketika kebanyakan masyarakat sedang sibuk bermalam minggu dan nonton televisi di rumah.
Satu tim ST6 diterbangkan dari pangkalan udara di Djibouti dengan menggunakan pesawat tilt rotor MV-22 Osprey milik 8th SOS (Special Operations Squadron) AFSOC (Air Force Special Operations Command).
Sasaran mereka adalah Abdulrauf dan juga material intelijen yang mungkin ada di rumah tersebut.
Pesawat tersebut tiba di atas wilayah sasaran pada tengah malam dan langsung menerjunkan pasukan komando yang dilindungi oleh setidaknya satu drone MQ-9 Reaper yang dilengkapi dengan rudal Hellfire.
Upaya serbuan yang diharapkan memberikan efek kejut dan pendadakan nyatanya berubah menjadi pertempuran brutal karena keluarga Dhahab ternyata sudah menduga kalau mereka akan diserbu.
Alhasil, operasi serbuan yang harusnya berlangsung dalam hitungan menit tersebut pecah menjadi kontak tembak yang berlangsung nyaris selama dua jam.
Kontak tembak berjalan tidak imbang karena tim ST6 yang jumlahnya tidak sampai 20 orang harus berhadapan dengan puluhan orang militan Al Qaeda. Militan juga dibantu milisi asing dari Arab Saudi.