"Ia tidak memiliki sosok ayah sejak lahir. Ia tidak pernah bertemu ayahnya. Ini memengaruhi seluruh hidupnya," ujarnya.
Ibu dan anak hidup bersama. Pada waktu-waktu bahagianya, Tiziana mendengarkan lagu-lagu Italia, membaca novel, dan bermain piano. Namun, setelah video intimnya beredar viral, ia menarik diri.
"Hidupnya hancur, di depan semua orang," kata ibunya.
"Orang-orang mengolok-oloknya, yang berakhir dengan parodi di situs porno. Ia dipanggil dengan nama memalukan," ucapnya.
Bulan September lalu, pengadilan di Naples memerintahkan video tersebut dihapus dari berbagai situs dan mesin pencari. Namun, ia juga diperintahkan untuk membayar 20.000 euro (atau sekitar Rp 295 juta) untuk biaya pengadilan.
Terlalu banyak
Pada 13 September 2016, Maria Teresa Giglio pergi bekerja di balai kota setempat, sedangkan putrinya tinggal di rumah.
Lalu, Giglio menerima telepon di tempat kerjanya.
"Adik ipar saya menelepon dan dengan suara tenang ia mengatakan kepada saya untuk segera pulang, saat saya sampai di sini, saya melihat polisi, ambulans, dan saya langsung mengerti," tuturnya sambil menangis.
"Adik ipar saya berupaya untuk menyelamatkannya. Tetangga saya tidak mengizinkan saya untuk keluar dari mobil. Saya hampir pingsan. Mereka tidak ingin saya masuk ke rumah ini. Saya bahkan tidak bisa melihatnya untuk terakhir kali."
"Pada hari ia meninggal, hidup saya pun berakhir."
Sehari kemudian, Maria Teresa Giglio memakamkan putrinya dalam sebuah peti mati putih. Di luar orang-orang menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang "manis, cantik, malaikat rapuh".
Siapa pengunggah video?
Ada sebuah paradoks sedih pada kisah kematian Tiziana Cantone ini. Dengan merenggut nyawanya sendiri, ia menarik lebih banyak perhatian pada video yang ia harap semua orang mungkin melupakannya.
Sang ibu memaksa dirinya sendiri untuk menonton tayangan video tersebut.