TRIBUNNEWS.COM, DAMASKUS - Serangan bom gas beracun yang menyerang Suriah beberapa waktu lalu telah menewaskan setidaknya 70 orang warga, baik dewasa maupun anak-anak.
Gejala yang diderita para korban merujuk pada gejala-gejala yang ditimbulkan akibat paparan gas beracun sarin.
Berdasar laporan BBC pihak resmi Suriah menyangkal penggunaan senjata kimia apapun.
Gambar yang beredar menunjukkan musibah yang diduga diakibatkan oleh serangan kimia.
Pada tingkat internasional kritik selanjutnya mengarah pada Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang mencakup kritik dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pihak pemerintahan Trump.
Pihak intel Amerika dan Rusia telah membuat kesimpulan bahwa pemerintah Suriah-lah yang melakukan serangan tersebut.
Hal ini juga disampaikan oleh Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa serangan kimia tersebut dibawa melalui pesawat tempur milik militer Suriah.
Serangan kimia tersebut menggunakan zat kimia sarin yang dikenal sebagai zat kimia mematikan yang menyerang syaraf.
Sarin merupakan zat kimia cair yang tidak berwarna, tidak berbau, dan sangat mematikan.
Zat ini termasuk dalam jajaran zat kimia yang digunakan sebagai senjata pemusnah massal.
Sarin merupakan senyawa organofosfat yang pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Jerman Gerhard Schrader pada 1937.
Zat ini dimaksudkan untuk membunuh serangga, namun pada perkembangan berikutnya zat ini dikembangkan menjadi gas racun yang menyerang syaraf karena dampak buruknya terhadap tubuh manusia.
Sarin menyerang sistem syaraf dengan merusak neurotransmiter yang merupakan sistem komunikasi antarsyaraf dalam tubuh manusia.
Serangan ini akan terus berulang selama prosesnya sedang berlangsung.