TRIBUNNEWS.COM - Rusia mulai merilis foto-foto terkait kehancuran yang ditimbulkan oleh Tomahawk Block III yang ditembakkan dari kapal perang AS ke kompleks pangkalan Al-Shayrat.
Dari foto-foto yang beredar, tampaknya klaim dari Departemen Pertahanan bahwa 58 dari 59 rudal Tomahawk Land Attack Missile (TLAM) yang selama 30 menit menghantam targetnya secara bertubi-tubi ‘menghancurkan atau merusak dengan parah’ boleh dikata agak berlebihan.
TLAM memang berhasil menghancurkan pesawat udara yang disimpan di hangar, shelter, bengkel, depot perbaikan, dan bunker senjata, namun ternyata masih ada jet tempur yang selamat.
Sebanyak kurang lebih 20 pesawat tempur dari jenis MiG-23 Flogger dan Su-22 Fitter dilaporkan hancur atau rusak, tetapi sejumlah MiG-21 masih berada dalam kondisi utuh.
Pesawat ini tersimpan di bawah shelter beton yang tahan menerima hantaman Tomahawk yang berdiameter kecil.
Selain pesawat-pesawat tempur, serangan TLAM juga meluluhlantakkan gudang senjata yang menyimpan tabung roket dari berbagai kaliber, juga tangki bahan bakar cadangan serta rudal udara ke darat.
Turut dihancurkan juga situs rudal S-125 Pechora (NATO: SA-3 Goa) berikut ketiga orang awaknya. Namun situs lain yang berisi SA-6 Gainful ternyata luput dari hantaman TLAM.
Pertanyaan yang timbul, efektifkah menggunakan TLAM untuk menghancurkan sasaran seluas kompleks pangkalan udara?
Operasi militer terakhir yang dilancarkan serupa dengan serangan ke Al-Shayrat adalah operasi Odyssey Dawn.
Dalam operasi ini tiga pembom siluman B-2 Spirit yang terbang langsung dari Missouri melancarkan pemboman ke pangkalan udara di Ghardabiya, Sirte.
Dalam serangan tanggal 20 Maret 2011 tersebut, B-2 memuntahkan 45 buah bom pintar GBU-38 JDAM (Joint Direct Attack Munition) ke 45 titik sasaran yang diperkuat, kurang lebih seperti struktur yang ada di al-Shayrat.
Jika dihitung dengan biaya bahan bakar selama 34 jam terbang, B-2 menghabiskan USD130 ribu per jam terbang. Artinya, tiga pesawat telah memakan biaya bahan bakar mencapai USD13.260.000.
Harga bom GBU-38 sendiri USD21.000. Jika ditotal, dengan 45 bom, atau hanya seperenam kapasitas maksimal yang bisa dibawa B-2, maka untuk bom tersebut akan menghabiskan US$945.000.
Operasi Odyssey Dawn total menghabiskan USD14.205.000,-.
Bandingkan dengan 59 unit TLAM yang harga per unitnya mencapai USD1,5 juta.
Serangan yang diperintahkan Trump tersebut memakan biaya USD88,5 juta. Nyaris 7 kali lipat jika dibandingkan apabila serangan dilakukan oleh pemboman presisi dari B-2 Spirit.
Sementara untuk tingkat kerusakan, serangan di operasi Odyssey Dawn sukses meluluhlantakkan seluruh pangkalan udara, sampai ke sistem pertahanan udaranya. Hasilnya konon tidak berbeda jauh dengan apa yang dilakukan AS di Al-Shayrat.
Tak ayal, hal ini memicu kritik pedas dari banyak pengamat. Kalau biaya operasi pemboman dengan B-2 lebih murah, lalu kenapa harus meluncurkan TLAM yang lebih mahal?
Pengamat menilai, bisa jadi AS takut pada sistem pertahanan rudal anti pesawat Suriah yang ganas dalam melindungi aset-asetnya, atau kuatir dengan sistem S-400 Triumf yang ‘dipinjamkan’ Rusia kepada Suriah.
Dari sisi Rusia, pejabat Departemen Luar Negeri menyatakan, hanya 23 rudal yang berhasil berbagai titik sasaran.
Selebihnya tidak diketahui atau berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara Suriah yang memang kuat dan berlapis.
Yang jelas, Rusia yang berang karena merasa dilangkahi AS telah memindahkan fregat berpeluru kendali kelas Admiral Grigorovich dari Selat Bosphorus ke arah lepas pantai Suriah, memosisikan dirinya di antara Suriah dan gugus tugas AL Rusia.