TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat menyampaikan pernyataannya dalam KTT Arab Islam-AS, Presiden Joko Widodo menceritakan kepada sejumlah kepala negara yang hadir tentang penanggulangan terorisme dan radikalisme di Indonesia oleh pemerintahannya.
Presiden Jokowi mengatakan Indonesia tidak hanya mengedepankan hard power, tetapi juga mementingkan soft power: pendekatan keagamaan untuk mencegahnya.
"Kami juga melibatkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk terus mensyiarkan Islam yang damai dan toleran,” kata Jokowi seperti keterangan yang disampaikan Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Senin (22/5/2017).
Presiden Jokowi juga menceritakan tentang penggunaan pendekatan lain mengatasi aksi terorisme, yaitu melalui keluarga untuk menyadarkan para mantan terorisme melalui program deradikalisasi.
"Untuk program deradikalisasi misalnya, otoritas Indonesia melibatkan masyarakat, keluarga, termasuk keluarga mantan narapidana terorisme yang sudah sadar, dan organisasi masyarakat,” kata Jokowi.
Untuk kontra radikalisasi, Presiden mengatakan antara lain dengan merekrut para netizen muda dengan follower yang banyak untuk menyebarkan pesan-pesan damai.
“Kita juga melibatkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk terus mensyiarkan Islam yang damai dan toleran,” tutur Presiden.
Jokowi menegaskan bahwa pesan-pesan damailah yang harus diperbanyak bukan pesan-pesan kekerasan. Setiap kekerasan akan melahirkan kekerasan baru.