TRIBUNNEWS.COM, CHINA - Seorang perempuan Muslim di China, Rahmah, bercerita dia pernah diminta ke konsultan kejiwaan karena agamanya dan berkukuh untuk tetap memakai jilbab.
Lahir dari keluarga Muslim di Provinsi Qinhai, Rahmah mengatakan dia mengalami diskriminasi karena memakai jilbab namun kini dia berupaya agar perempuan Muslim di China berani mengangkat identitasnya.
Dalam percakapan dengan BBC, Rahmah mengatakan, "Saya akan tetap akan pakai jilbab dan tetap yakin pada agama saya. Saya perempuan Chinaberjilbab."
Saat ini terdapat sekitar 23 juta pemeluk Islam di China dan mengenakan jilbab dianggap sebagian orang sebagai sesuatu yang tabu.
Ia mulai memakai jilbab saat berada di perguruan tinggi dan semakin menekuni Islam.
"Di perguruan tinggi saya putuskan untuk memakai jilbab."
"Identitas Muslim membuat saya unik dan tidak biasa di China. Banyak orang yang salah mengerti dan berprasangka karena saya pakai jilbab," kata Rahmah.
"(Nama asli) Saya Ye Qingfang. Nama muslim saya Rahmah, artinya anugerah."
Konsultasi kejiwaan
Saat menjalani ibadah, Rahman sempat ditanya dan diminta ke psikolog.
"Pada awalnya, orang tak mengerti saya. Mereka menyuruh saya ke konsultan kejiwaan. Mereka bertanya apakah saya dimanipulasi oleh kelompok-kelompok setan atau terkait dengan itu," katanya.
Ia sempat mengajar bahasa China di kota asalnya, Qinhai, namun pindah ke Beijing karena tidak bisa mengenakan penutup kepala.
"Sekolah tak mau guru yang memakai jilbab. Mereka merasa saya akan menjadi pengaruh buruk."
Akhirnya ia memutuskan untuk pindah ke Beijing pada 2012 dan membuka usaha busana Muslim.
Rahmah mengatakan ingin mewakili perempuan Muslim China yang berani mengaangkat identitasnya.
"Saya ingin menjadi wajah jilbab di China, mewakili perempuan Muslim."