News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

PBB Desak Korea Utara Jelaskan Alasan Bebaskan Mahasiswa AS dalam Kondisi Koma

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un memerintahkan peluncuran dan menyaksikan langsung dari pos pengamatan uji coba rudal balistik, Minggu (21/5/2017).

TRIBUNNEWS.COM, GENEVA - Penyelidik hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mendesak Korea Utara menjelaskan alasan di balik kebijakan mereka membebaskan mahasiswa Amerika dari penjara dalam keadaan koma.

Mahasiswa Amerika itu dikembalikan ke negaranya oleh Korea Uara minggu ini setelah lebih dari setahun ditahan di sana.

Mahasiswa bernama Otto Warmbier (22) dibebaskan dari penjara di Korea Utara namun ia mengalami cidera kepala berat dan berada dalam keadaan "tidak sadarkan diri".

Demikian penjelasan dokter yang menangani mahasiswa itu, Kamis (15/6/2017).

Otto Warmbier akhirnya dipulangkan ke AS, Rabu (14/6/2017), oleh Korea Utara setelah menjalani 18 bulan masa tahanan dari total vonis 15 tahun.

Keluarganya mengatakan dia sudah dalam keadaan koma sejak Maret 2016, tak lama setelah dijatuhi hukuman paksa 15 tahun di Korea Utara.

"Ketika saya mengetahui berita mengenai Warmbier, saya sangat prihatin dengan kondisinya. Pemerintah Korea Utara harus memberikan penjelasan tentang apa yang membuat dia bisa mengalami koma," ujar Penyidik Khusus PBB tentang HAM, Tomas Ojea Quintana.

Otto Warmbier adalah seorang mahasiswa jurusan ekonomi Universitas Virginia.

Dia ditahan pada Januari 2016 saat mengunjungi Korut sebagai turis.

Dia dijatuhi hukuman penjara selama 15 tahun lantaran berupaya mencuri plang proganda Korut di sebuah hotel.

Pada hari Kamis, Korea Utara mengatakan dasar kemanusiaan menjadi alasan mereka membebaskannya.

Menurut keterangan dari orangtua Otto Warmbier, pemuda 22 tahun itu ternyata diberikan obat tidur selama setahun terakhir ditahan di Korea Utara.

"Menyedihkan sekali, (Otto) koma dan kami diberitahu bahwa ia sudah dalam kondisi seperti itu sejak Maret 2016," ucap Fred dan Cindy Warmbier.

"Kami baru tahu soal ini seminggu kemarin," cerita mereka.

Kedua orangtua Otto Warmbier menilai putra mereka telah menjadi korban tindakan brutal dan teror dari rezim Korea Utara.

"Kami hanya bersyukur akhirnya (Otto) bisa bersama orang-orang yang menyayanginya sekarang," kata orangtua Otto lagi.

Otto Warmbier diberikan obat tidur setelah ia menghadap meja hijau pada Maret itu, lalu tak pernah bangun lagi sejak itu.

"Korea Utara secara pasti harus menjelaskan penyebab Otto sampai koma seperti ini," kata Gubernur New Mexico Bill Richardson, yang pernah menjadi Duta Khusus AS untuk Korea Utara.

Sedangkan, menurut media lain, Otto Warmbier disebutkan sempat menderita botulisme usai sidang pada Maret itu.

Botulisme adalah penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan dan menyebabkan kekakuan pada otot.

Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan upaya pembebasan tiga warga AS lainnya yang masih ditahan Korea Utara terus dilakukan.

Namun sekelompok dokter Amerika Serikat tidak menemukan "tanda-tanda botulisme" pada tubuh mahasiswa AS yang dibebaskan pemerintah Korea Utara dalam kondisi koma.

Sebelumnya, Korut menyatakan kondisi koma yang dialami Otto Warmbier—nama mahasiswa tersebut—disebabkan botulisme dan pil tidur setelah menjalani persidangan.

"Kondisi sarafnya paling baik digambarkan sebagai keadaan sadar, namun tidak merespons," kata Daniel Kanter, salah seorang dokter yang tergabung dalam tim peneliti.

Berdasarkan pemindaian di Pusat Medis Cincinnati awal pekan ini, tim dokter mengatakan bahwa tiada bukti Warmbier disiksa secara fisik selama ditahan.

Sementara, belum ada penjelasan pasti soal alasan Otto Warmbier dibebaskan, meski ada dugaan bahwa ini ada hubungannya dengan kunjungan mantan pebasket NBA Dennis Rodman ke Korea Utara.

Sementara itu, ayah Warmbier mengaku ragu dengan klaim Korut bahwa anaknya menderita botulisme.

"Kalaupun Anda percaya dengan penjelasan botulisme dan pil tidur menyebabkan koma—sedangkan kami tidak percaya—tiada alasan bagi sebuah negara beradab merahasiakan kondisinya dan tidak memberinya perawatan kesehatan tertinggi." (Reuters/BBC/Telegraph/Washington Post) .

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini