Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Mandi sabun (soapland) berasal dari Turki dengan nama Turkish Bath.
Masuk ke Jepang dan jadi sangat populer sejak 1932, namun dikelola masih pribadi masing-masing oleh kalangan bangsawan.
Saat ini tak ada orang Jepang yang tak tahu kalau kita menyebut nama so-pu rando (soapland).
Di Jepang pertama kali dibuka komersial untuk umum di Tokyo Onsen daerah Higashi Ginza, Chuo-ku, Tokyo tanggal 1 April 1951 oleh Ujitoshi Konomi, dikenal sebagai pendobrak sejarah modern.
Sampai dengan 31 Maret 2016 tercatat sedikitnya ada 1219 toko mandi sabun di jepang dan terus semakin berkurang saat ini karena perekonomian Jepang yang kurang baik dan jumlah manusia yang menurun jumlahnya.
Pada tahun 1958 sempat dilarang pemerintah karena jadi tempat prostitusi di Jepang yang meluas secara cepat.
Itulah sebabnya UU Anti prostitusi diterapkan ketat saat itu khususnya ke tempat mandi sabun.
Praktek mandi sabun saat ini praktis pelayanan satu pasang lelaki dan wanita tanpa selembar benang pun dengan air sabun dan umumnya plastik atau karet gelembung untuk perosotan wanita ke tubuh lelaki, sama-sama telanjang.
Setelah ritual tersebut lalu bersama mandi di bath tube dan berarkhir di ranjang bagi yang pelayanan VIP.
Menjadi pertanyaan, UU Anti Prostitusi jelas melarang sebenarnya hal itu dengan ketentuan tdak boleh melakukan hubungan seks, bukan hanya ketentuan harus selalu pakai kondom, tetapi larangan hubungan seks dilarang dilakukan di dalam toko. Itulah batasan UU Anti Prostitusi.
"Nah, kalau sudah di kamar mandi sabun, sudah sama-sama telanjang, tentu sama-sama terangsang dan kemungkinan melakukan hubungan seks semakin besar bukan?" papar Atsuhiko Nakamura, pengarang buku terkenal Dunia Pelacuran Wanita Jepang.
Tapi mengapa toko mandi sabun tetap boleh dibuka, apakah tidak melanggar UU Anti Prostitusi?
Dari hukum yang ada ternyata sang wanita tidak bisa disalahkan apabila ketahuan polisi terjadi hubungan seks demikian.