TRIBUNNEWS.COM - INI kisah orang-orang yang mencoba membebaskan para perempuan Yazidi yang ditangkap untuk dijadikan barang dagangan dan budak seks oleh militan Negara Islam di Irak dan Suriah ( ISIS) saat mereka menyerbu kawasan Irak utara tiga tahun lalu.
Ketika itu ISIS menangkap ribuan perempuan Yazidi. "Bagi ISIS, para perempuan Yazidi adalah barang dagangan,” kata Dr Mirza Dinnayi.
Dinnayi adalah salah satu perunding yang mengontak milisi tertentu untuk membebaskan perempuan-perempuan Yazidi yang disekap ISIS.
“Saat ISIS mundur (akibat gempuran kekuatan anti-ISIS), mereka mambawa serta barang-barang berharga, seperti emas dan uang kontan," kata Dinnayi.
" Perempuan-perempuan yang mereka sekap juga mereka bawa pergi. Makanya di daerah bekas kekuasaan ISIS, kami tak menemukan banyak tawanan perempuan. Bagi ISIS, perempuan bisa dijual," kata Dinnayi.
Dinnayi melacak dan menemukan perempuan-perempuan Yazidi yang melarikan diri untuk kemudian dirawat dan dibawa ke tempat-tempat perlindungan di Jerman atau ke negara Eropa lainnya.
Berbeda dengan Dinnayi, Abu Shuja harus mengeluarkan uang untuk membebaskan perempuan-perempuan Yazidi yang disekap dan diperbudak oleh ISIS.
Dengan kata lain, ia 'membeli' perempuan Yazidi yang ingin ia bebaskan.
Prosesnya melibatkan perundingan soal harga dan jika disepakati, ia akan menemui milisi ISIS di Suriah, membayar harga dan kemudian membawa perempuan tersebut.
"Harga perempuan Yazidi berkisar antara 7.000 hingga 15.000 dollar (atau sekitar Rp 93 juta hingga Rp 200 juta)," kata Abu Shuja.
Ia menolak bahwa apa yang ia lakukan ini sama saja dengan membantu kelompok ISIS.
"Uang dari penjualan para perempuan Yazidi tak pernah masuk ke kas organisasi atau ke para pemimpin mereka," katanya.
"Uang penjualan masuk ke kantong anggota atau milisi di lapangan. Para pemimpin ISIS tak mengetahui praktik ini."
Ada yang tak mau beli
Menurut Shuja, banyak militan ISIS yang ingin kabur dan meninggalkan kawasan kekuasaan ISIS.
"Menyekap dan menjual perempuan adalah kejahatan besar. Jika pemimpin ISIS tahu, pelakunya bisa dihukum berat," kata Abu Shuja.
Lain lagi dengan apa yang dilakukan oleh aktivis bernama Ali Isso. Ia juga melacak beradaan para perempuan Yazidi yang disekap militan ISIS, baik di Irak maupun di Suriah.
Tapi ia tidak membeli perempuan yang ia temukan. Semua informasi ia serahkan kepada lawan ISIS, Angkatan Bersenjata Suriah (SDF) yang mendapatkan dukungan militer Amerika Serikat.
"SDF adalah entitas yang berwenang untuk menangani kasus-kasus peyekapan perempuan Yazidi oleh ISIS," kata Isso.
Ada alasan lain mengapa ia menolak membeli perempuan Yazidi yang ditawarkan militan ISIS.
"Kekhawatiran saya adalah, kita tak pernah tahu apakah yang kita bayar itu milisi atau hanya perantara," kata Isso.
Upaya untuk membebaskan perempuan-perempuan Yazidi yang disekap ISIS tak hanya dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau kalangan aktivis.
Pihak keluarga juga secara aktif mencari anggota yang dibawa oleh ISIS, seperti yang dilakukan oleh Ibrahim Khairo.
Sembilan anggota keluarga dibawa milisi ISIS saat penyerbuan di desanya tiga tahun lalu.
"Saat itu mereka membawa 600 tawanan perempuan, termasuk sembilan sepupu saya," kata Khairo.
Para perempuan di desanya sudah bersembunyi, tapi milisi ISIS menemukan mereka. "Saya tak peduli dengan harta, saya hanya mau anggota-anggota keluarga saya ditemukan," katanya.
Berbagai pihak mengatakan jumlah perempuan Yazidi yang ditawan ISIS mencapai antara 2.000 hingga 4.000 orang.