Dalam sebuah undang-undang yang terkait, dijelaskan bahwa aksi terorisme adalah "aksi yang melibatkan penggunaan atau upaya sabotase, paksaan, atau kekerasan yang dimaksudkan untuk mengakibatkan korban jiwa atau kematian bagi populasi umum".
Tidak dianggapnya insiden penembakan tersebut sebagai aksi terorisme dan Paddock sebagai teroris menuai kritik dan protes dari warganet.
"Hanya di AS, pelaku penembakan massal paling mematikan di sepanjang sejarah AS bisa sampai tidak disebut teroris karena merupakan ras kulit putih," cuit akun @ShaunKing.
"Pelaku disebut serigala penyendiri (lone wolf). Penembak lokal. Pria bersenjata. Apapun itu, kecuali teroris. Tanya kenapa," kata akun @ava.
"58 orang tewas. Lebih dari 400 orang di rumah sakit. Dan kita terus menyebut serangan ini sekadar aksi SERIGALA PENYENDIRI? Harusnya TERORISME, karena memang itu yang terjadi," cuit akun @emmyrossum.
Sejumlah artikel media asing, termasuk di Vogue, juga menyuarakan opini tidak setuju atas anggapan tersebut.
"Hampir semua laporan berita yang saya temukan berulang mengatakan bahwa Paddock tidak terkait dengan kelompok teroris manapun," tulis Michelle Ruiz, seorang kolumnis di Vogue.
"Polisi setempat juga mengatakan mereka tidak menangani insiden itu sebagai terorisme. Tapi mungkin seharusnya kita, sebagai rakyat, harus menganggapnya demikian," lanjutnya.
Artikel tersebut kemudian membandingkan aksi Paddock dengan pelaku-pelaku penembakan berkulit putih seperti Dylann Roof dan Adam Lanza.
"Bahkan, menurut sebuah artikel di Vox, sejak Trump menjabat, lebih banyak warga AS tewas ditembak pelaku penembakan ras kulit putih, ketimbang teroris berlatar muslim atau warga asing," tambah Ruiz.
Menurut perbaruan informasi dari kepolisian, disebutkan korban cedera sudah berjumlah 572 orang, yang semua sudah mendapat perawatan di rumah sakit.
Sedangkan jumlah korban tewas telah mencapai setidaknya 59 orang, menjadikan insiden tersebut sebagai kejadian penembakan massal paling mematikan sepanjang sejarah AS. (Newsweek/Vogue).