Beberapa hari berikutnya kondisi politik dan militer Israel terus mengalami pergolakan akibat kesalahan strategi tempur itu.
Perdana Menteri Israel saat itu, Golda Meir juga menyatakan turut mengundurkan diri karena merasa ikut bertanggungjawab terhadap bobolnya pertahanan Israel.
Apalagi di akhir Perang Yom Kippur, Israel telah kehilangan 2500 serdadunya. Meir kemudian digantikan oleh Yitzhak Rabin.
Sejumlah kegagalan akibat kesalahan strategi terus saja menghantui Israel seperti kegagalan pasukan elit Israel ketika berusaha menaklukan para pejuang Hizbullah dalam pertempuran yang berlangsung di Lebanon pada bulan Agustus 2006.
Senjata andalan antitank milik Hizbullah bahkan berhasil menghancurkan tank-tank canggih Israel, Merkava.
Rontoknya pamor Merkava yang selama ini merajai pertempuran di berbagai front, jelas merupakan pukulan telak bagi superioritas militer Israel.
Sebaliknya bagi para pejuang Hizbullah dan kelompok-kelompok perlawanan lainnya, kelemahan militer Israel itu telah menjadikan momentum untuk melancarkan serangan ke Isreal secara terus-menerus.
Baik berupa serangan secara gerilya maupun serangan asimetris berupa gempuran roket ke wilayah Israel seperti yang dilakukan oleh para pejuang dari kelompok Hamas.
Akibat serangan yang dilakukan secara gerilya dan taktik perang asimetris dengan hanya mengandalkan roket, hasilnya ternyata sangat efektif.
Militer Israel ternyata terbukti kewalahan dan sekaligus menunjukkan bahwa militer Israel makin tidak berdaya ketika harus menghadapi peperangan dalam jangka panjang.
Reporter : Agustinus Winardi