Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Tepat 23 tahun lalu (20 Maret 1995) teror gas sarin muncul di kereta api bawah tanah di Tokyo, termasuk wartawan Tribunnews.com juga nyaris jadi korban.
Peristiwa ini mengakibatkan 13 orang meninggal dan sekitar 6.000 orang terpaksa dirawat di rumah sakit.
Namun sampai kini para korban tidak bisa memaafkan dan tetap melakukan tuntutan ke pengadilan meskipun telah berganti nama kelompok Aum Shinrikyo dengan nama baru Aleph.
"Sejak saya menyetujui pembayaran di masa lalu, saya ingin menepati janji dengan tulus, dan saya sulit melupakan tujuan kesepakatan tersebut. Ingin agar organisasi ini dibubarkan selamanya," kata pengacara Kenji Utsunomiya, Selasa (20/3/2018).
Baca: Andika dan Anniesa Pakai Uang Jemaah untuk Menginap di Hotel Mewah Inggris
Utsunomiya juga merasakan sakit hati para korban yang terkena gas sarin tersebut.
"Masih banyak korban dan keluarga yang kehilangan yang tidak dapat memulihkan luka tubuh dan mental mereka. Meskipun penuaan mereka berkembang dengan cepat. Saya akan meminta agar organisasi ini benar-benar dibubarkan selamanya," kata dia.
Para korban mencari ganti rugi sedikitnya satu miliar yen karena menjadi korban gas sarin dan kini menuntut kepada Aleph.
Sementara Aleph pun berharap para penuntut itu menghentikan tuntutannya karena Aleph bukanlah Aum Shinrikyo.
Baca: Zaini Mampu Hasilkan Uang Rp 18 Juta Meski di Balik Penjara
Tuntutan ke pengadilan dan sidang di Tokyo hari ini merupakan bagian dari total kerugian sedikitnya 3,8 miliar yen para korban gas sarin 23 tahun yang lalu.