TRIBUNNEWS.COM - Krisis Suriah kian pelik.
Kini, masalah terbesar bukan lagi soal konflik antara pemerintahan Suriah pimpinan Bashar Al Ashad dan milisi pemberontak.
Tapi malah meruncing ke ancaman perang dahsyat antara dua raksasa, Amerika Serikat dan Rusia.
Amerika punya misi memberangus pemerintah Suriah yang mereka anggap membantai rakyat sendiri.
Sementara Rusia mendukung Pemerintah Suriah menumpas para pemberontak.
Konflik kian panas setelah Rusia mengancam, untuk menembak setiap misil yang ditembakkan pasukan Amerika ke Suriah.
Tak hanya misil, mereka juga mengingatkan untuk menvari asal misil tersebut, dan meledakkannya sekalian.
Berangus hingga ke akar-akarnya.
Presiden AS, Donald Trump, tak mau kalah.
Lewat Twitter, dia berjanji akan mengirim pasukan besar-besaran untuk menghajar Suriah, bila ada misil Amerika yang ditembak.
Dia pun coba memperkeruh suasana, dengan menyebut hubungan Amerika dan Rusia saat ini adalah yang terburuk dalam sejarah, bahkan lebih buruk dari masa Perang Dingin.
Rusia memang cukup berani menggertak Amerika.
Sejumlah kalangan menyebut, negara pimpinan Vladimir Putin ini punya lebih dari cukup persenjataan militer untuk pede menantang Amerika.
Satu senjata pamungkas Rusia, bahkan disebut sebagai senjata yang bikin Amerika masih pikir-pikir untuk langsung menghajar Suriah.