Dalam dua hari, klaim terhadap Rebecca pun diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Spanyol, Turki, Perancis, Melayu dan Indonesia.
Tuduhan terhadap Rebecca itu benar-benar tidak mendasar.
Seperti yang sudah disebutkan, Rebecca sudah dibebas tugaskan dari tentara sekitar 2,5 tahun yang lalu, dan ia tidak pernah menjadi penembak jitu saat bertugas di IDF.
Rebecca yang berusia 24 tahun, saat ini bekerja di Israel untuk mengisi waktu jedanya.
Bulan depan, dia akan mulai mengajar Bahasa Inggris ke pengungsi.
Dia menyadari bahwa dirinya dituduh sebagai penembak Najjar pada Sabtu malam (2/6/2018) ketika ia menyalakan ponselnya setelah Shabbat terakhir.
"Saya membuka ponsel saya setelah Shabbat dan ada ratusan pesan dari orang-orang di Facebook. Semua teman saya mengirim pesan ke WhatsApp karena mereka mendapatkan pesan kebencian sepanjang akhir pekan," kata Rebecca.
Bahkan akun Instagram-nya juga dibombardir dengan komentar-koemntar mengerikan yang memaksanya mematikan fitur kolom komentar tersebut.
"Itu terus berlanjut," kata Rebecca.
Ia kemudian pergi ke polisi dan memberitahu tentang ancaman yang ia dapat dan melihat apakah polisi bisa membantu agar unggahan-unggahan di media sosial tentang dirinya bisa dihapus.
Rebecca awalnya kewalahan dan bingung mendapatkan teror secara online dan kemudian ketakutan oleh pesan-pesan yang mengancam.
Tapi sekarang, dia mengaku kecewa bahwa puluhan ribu orang di seluruh dunia begitu bersemangat untuk memercayai sesuatu yang bohong dan menaruh banyak kebencian di luar sana.
"Saya tidak politis, tetapi saya melakukan apa yang dapat saya lakukan untuk mengetahui 'narasi' dan propaganda seperti ini hanya menghambat setiap peluang untuk perdamaian,"
"Saya sedih bahwa teman-teman dan keluarga saya telah terancam dan bahwa di dunia media sosial tidak ada cara untuk melindungi diri Anda dari menjadi korban ancaman dan kebohongan," kata Rebecca.