John bersyukur karena ia sering menghabiskan waktunya bermain game.
Menurutnya, bermain Call of Duty selama 13 jam sehari membuatnya paham strategi bertempur.
John menyebutkan bahwa dari game tersebut, ia dapat memahami cara kerja senjata dan cara menghindari serangan.
"Video games prepared me in a way for knowing strategies and how not to get killed, like how to use cover and not to stand in the open. (Video game menyiapkanku untuk memahami strategi dan cara agar tak terbunuh, seperti bagaimana untuk bersembunyi dan tidak berdiri di tempat terbuka)," tuturnya pada Unilad.
Ia tentu sadar bahwa bermain game berbeda dengan berperang di dunia nyata.
John memahami bahwa mental berperang di dunia nyata sangat berbeda dengan saat bermain game.
"In a game you will get shot and you quickly learn if you are killed, but in real life you just die, (dalam game kamu tertembak dan kamu mempelajari kesalahan mengapa kamu mati, tapi di dunia nyata, kamu tertembak dan kamu mati)."
John menyatakan bahwa ia memang cukup egois karena nekat ingin bergabung melawan ISIS.
Di sisi lain, ia juga ingin menjadi bagian dari sesuatu yang bersejarah dan besar.
Dia juga menyebut bahwa ia tak takut mati.
John menghabiskan waktu selama 6 bulan di Raqqa bersama orang-orang Khurdi di unit perlindungan atau YPG saat pembebasan kota tersebut.
Ia memutuskan untuk pulang saat sahabatnya, seorang teknisi asal Inggris tewas dalam ledakan bom pada bulan Oktober.
Kini ia kembali pulang bersama orangtuanya dan tengah beradaptasi dengan kehidupan normal lagi. (*)