Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Hubungan Rusia dan Jepang kembali mengalami 'ketegangan' pasca pernyataan yang disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov saat menerima kedatangan delegasi Jepang.
Pernyataan tersebut disampaikan di hadapan Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono saat berkunjung ke Moskow untuk mendiskusikan masalah sengketa wilayah di Laut Pasifik.
Keduanya membahas mengenai perjanjian damai antara Rusia dan Jepang serta nasib Kepulauan Kuril, sebuah kepulauan yang terletak di Pasifik dan berada tepat di antara Pulau Hokkaido Jepang dan Semenanjung Kamchatka Rusia.
Kepulauan tersebut telah menjadi subjek perselisihan teritorial antara kedua negara itu selama beberapa dekade.
Namun nasib Kepulauan Kuril kembali menjadi berita utama setelah Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat untuk mengintensifkan pembicaraan mengenai perjanjian damai.
Dikutip dari laman Russia Today, Minggu (13/1/2019), Rusia dan Jepang mengakhiri keterlibatan mereka dalam Perang Dunia II tanpa perjanjian perdamaian secara resmi.
Situasi pun berubah sejak saat itu, karena klaim lama Jepang atas empat Kepulauan Kuril Rusia yang disebut Jepang sebagai 'wilayah Utara' mereka.
Baca: Polisi Jerman Operasi Klan Kriminal di Enam Kota
Sejak itu, Jepang tampaknya menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan Rusia.
Kementerian Luar Negeri Rusia kemudian memanggil Duta Besar Jepang pada pekan ini untuk menyatakan keprihatinan atas apa yang disebut Rusia sebagai 'distorsi kotor' dari sifat perjanjian yang disepakati baru-baru ini antara pemimpin kedua negara.
Kemenlu tersebut secara khusus mengecam fakta yang menyatakan beberapa pejabat Jepang telah mengatakan bahwa para penduduk Rusia di Kepulauan Kuril harus diberitahu mengenai beberapa pulau yang akan diserahkan ke Jepang.
Para pejabat Jepang itu juga menyebut kedaulatan Rusia atas kepulauan tersebut hanya sebagai upaya pendudukan pasca perang.
Jepang secara aktif membahas prospek untuk mendapatkan kembali kedaulatan atas bagian paling Selatan dari kepulauan itu yang meliputi Pulau Shikotan serta sekelompok pulau kecil yang dikenal sebagai Habomai.
Hal itu dilakukan setelah pernyataan Putin dan Abe yang disampaikan pada November 2018, bahwa mereka akan melakukan perjanjian damai berdasarkan pada Deklarasi 1956 yang ditandatangani oleh Jepang dan Uni Soviet.
Dokumen tersebut memang menitikberatkan pada penyerahan kedaulatan seperti itu, namun kata-kata didalamnya sangat 'bias', seperti yang pernah disampaikan Putin.
Kendati demikian, deklarasi tersebut menyebut bahwa langkah seperti itu mungkin bisa dilakukan setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian damai.
Jepang, bagaimanapun juga telah menyatakan bahwa sengketa teritorial harus diselesaikan terlebih dahulu.
"Pernyataan seperti itu tidak bisa dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan ketegangan terkait masalah perjanjian perdamaian, dan memaksa pihak lain untuk menerima rencana Jepang sendiri untuk menyelesaikan masalah ini," seperti yang tertulis dam pernyataan Kemenlu Rusia.
Pernyataan tertulis tersebut merujuk pada spekulasi Jepang tentang Rusia yang diklaim setuju untuk menyerahkan beberapa pulau yang disengketakan.
Kemenlu Rusia bahkan menegaskan, posisi negaranya dalam masalah ini tetap tidak berubah.
Perjanjian damai antara kedua negara harus didasarkan pada 'pengakuan penuh Jepang tanpa syarat dari hasil Perang Dunia II, termasuk kedaulatan Rusia atas Pulau Kuril'.
Pada awal Januari 2019, Abe telah mengumumkan bahwa dirinya bertekad untuk 'mengakhiri' sengketa teritorial dan menandatangani perjanjian damai dengan Rusia pada 2019 ini.
Sementara itu, anggota parlemen Rusia tampaknya sama-sama bertekad untuk mengamankan status kepulauan Kuril sebagai bagian dari wilayah Rusia.
Hal itu ditandai pada Kamis lalu, saat salah satu anggota parlemen Rusia memperkenalkan RUU yang benar-benar akan membuat keputusan resmi atau dokumen hukum untuk membuat penyerahan Kepulauan Kuril batal dan tidak berlaku.
"Setiap tindakan hukum yang ingin memberikan wilayah Kepulauan Kuril, tidak akan diratifikasi, diterbitkan, diberlakukan atau diimplementasikan," kata RUU tersebut.
RUU itu muncul sebagai bentuk tanggapan terhadap amandemen yang disahkan oleh parlemen Jepang pada musim panas 2018.
Seperti yang disampaikan penulis RUU sekaligus anggota oposisi Partai Demokrat Liberal Rusia, Sergey ivanov.
"Amandemen tersebut menetapkan Kepulauan Kuril sebagai bagian dari wilayah Jepang dan meminta pejabat Jepang untuk melakukan upaya demi 'mengembalikan' pulau-pulau itu,".