TRIBUNNEWS.COM, BANGKOK - Otoritas Thailand siap memulai uji coba penggunaan minyak ganja untuk tujuan medis, setelah parlemen mengesahkan pelegalan ganja medis pada Desember tahun lalu.
Tanaman ganja telah digunakan sebagai obat-obatan tradisional di Thailand selama berabad-abad, namun telah dilarang penggunaannya sejak beberapa dekade lalu.
Baru pada Desember tahun lalu, parlemen Thailand yang dipimpin junta militer melegalkan penggunaan ganja untuk tujuan medis.
Dengan pengesahan itu, Thailand telah menjadi negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan penggunaan ganja medis namun masih melarang pemakaian untuk tujuan rekreasional.
Disampaikan Nuntakan Suwanpidokkul, direktur penelitian dan pengembangan di Organisasi Farmasi Pemerintah (GPO), uji coba klinis untuk minyak ganja terhadap pasien akan dimulai pada awal Juli mendatang.
Uji coba akan menggunakan ekstrak yang akan diberikan kepada relawan pasien yang mengalami mual dan nyeri akibat kemoterapi, selain juga terhadap pasien lainnya.
"Kami akan menggunakan tanaman ganja untuk mengekstraksi minyal menjadi produk jadi. Kami mengharap dapat memulai pada Juli atau Agustus," kata Nuntakan kepada AFP.
Produk minyak ganja yang digunakan tersebut didatangkan dari perkebunan tertutup yang dikelola pemerintah, yang telah dibuka sejak bulan lalu di pinggiran Bangkok.
Perkebunan yang dikelola pemerintah itu memiliki sekitar 140 tanaman ganja yang dibudidayakan menggunakan sistem aeroponik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Thailand telah mengumumkan amnesti selama 90 hari dimulai pada bulan Maret, bagi warga Thailand yang ingin mendeklarasikan penggunaan ganja untuk alasan medis.
Sejumlah negara telah melegalkan penggunaan ganja medis, termasuk Kanada, Australia, Israel, dan lebih dari separuh negara bagian di AS.
Perusahaan penelitian pasar yang berbasis di AS, Grand View Research, memperkirakan pasar global untuk ganja medis dapat mencapai 55,8 miliar dollar AS (sekitar Rp 799 triliun) pada 2025. (Kompas.com/Agni Vidya Perdana)