News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kesaksian Imam Masjid Al Noor dan Linwood tentang Aksi Penembakan Brutal di Kota Christchurch

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Imam Masjid Al Noor Gamal Fouda dan Imam Masjid Linwood Alabi Lateef Zirullah saat memberikan kesaksian kepada wartawan tentang aksi penembakan brutal terhadap jamaah shalat Jumat di dua masjid di Kota Christchurch, South Island, Selandia Baru, Jumat (15/3/2019).

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, CHRISTCHURCH - Aksi teror terhadap para jemaah Masjid Al Noor dan Masjid Linwood saat menunaikan shalat Jumat (15/3/2019) menyisakan kesedihan mendalam bagi para saksi yang berhasil selamat, seperti dua imam masjid yang biasa memimpin shlaat lima waktu di kedua masjid di kota Christchurch, South Island, Selandia Baru.

Imam Masjid Al Noor Gamal Fouda dan Imam Masjid Linwood Alabi Lateef Zirullah memberikan kesaksian mereka pasca penembakan brutal tersebut.

Dikutip dari laman nzherald.co.nz, Minggu (17/3/2019), sekitar lima menit sebelum menyampaikan khutbahnya di mimbar di hadapan 200 jemaah, Imam Masjid Al Noor Gamal Fouda kaget saat tiba-tiba jemaah melompat dan berteriak setelah mendengar tiga kali bunyi letusan tembakan.

Saat itu, ia bertanya-tanya apakah suara itu berasal dari beberapa anak muda yang tengah bermain di luar masjid, atau suara yang berasal dari sound system.

Sambil menceritakan ulang peristiwa itu, matanya berkaca-kaca, dan air matanya pun menetes.

Fouda mengatakan kepada The Herald dalam wawancara pertamanya sejak serangan teror yang terjadi pada Jumat sang menjelang sore itu.

Baca: Kisah Dramatis Penyelamatan Bayi 5 Bulan yang Terjebak di Kolong Rumah Oleh Anggota Yonif RK 751/VJS

Sejenak terdiam, kemudian melanjutkan ceritanya. Satu tembakan kembali terdengar, kali ini suaranya terdengar lebih dekat dan semakin dekat.

Tampak seorang berteriak, sebelum akhirnya memecahkan jendela. "Tembakan," teriak lelaki itu, jelas Fouda dalam kesaksiannya. "Lalu penembakan pun dimulai," kata Fouda yang menundukkan kepalanya.

Ia mengisahkan, saat itu dirinya melihat sosok berperawakan kecil mengenakan helm, kacamata dan memakai kostum bergaya militer tengah menembakkan senjata semi-otomatis ke arah para jemaah.

Baca: Main Basket Bareng Sebelum Debat Nanti Malam, Ini Sepatu yang Dipakai Sandiaga dan AHY

"Orang-orang berlarian ke arah lubang besar (di kaca yang pecah), sebagian besar dari mereka berlari melalui jendela, itu sebabnya di sisi kanan (gedung) ini hanya beberapa orang yang terbunuh,".

"Tetapi di sisi kiri, mereka jatuh satu sama lain dan tubuh mereka menumpuk di atas satu sama lain, lelaki (penembak) itu hanya berdiri dan membidik mereka,".

Pelaku itu secara metodis bergerak menyisir bangunan tersebut dan mengeksekusi mereka satu per satu. "Setiap kali ia (pelaku) mendengar suara dari arah mana saja, ia akan menembak ke arah itu," jelas Fouda.

"Ia terus mengawasi dan dengan tenangnya ia menembak dan menembak dan terus menembak,".

Wajah Fouda terlihat sangat emosional, ia tampak sangat terpukul atas apa yang baru saja dialaminya. "Kami bahkan seolah tidak bisa bernapas karena asap dan peluru beterbangan di mana-mana,".

"Saat ia kehabisan peluru, kami tidak yakin apakah ia akan pergi karena ada keheningan sebentar, kami pikir ia bersembunyi, menunggu, kami tidak dapat melihatnya tapi syukurlah ia tidak tahu di mana kami berada,".

"Namun ternyata ia (pelaku) kembali dan mulai menembak lagi, orang-orang yang keluar dari persembunyian (terkena tembakan) karena mereka tidak tahu kalau akan kembali,".

"Bahkan ia juga memberondong peluru itu ke tumpukan jenazah," papar Fouda.

Menurut kesaksiannya, banyak diantara jemaah yang melarikan diri dan bersembunyi di tempat parkir belakang masjid, sementara yang lainnya terpaksa melompat pagar untuk mencari tempat yang aman.

Satu orang yang mencoba menghubungi layanan darurar 111 pun ditemukan oleh pelaku dan akhirnya tertembak.

Fouda pun mengaku bersembunyi bersama beberapa orang lainnya di ruang utama masjid selama berlangsungnya aksi penembakan yang menewaskan 43 orang di masjid tersebut.

Ia berasumsi bahwa si pelaku yang akhirnya diketahui bernama Brenton Tarrant itu tidak tahu bahwa para perempuan bersembunyi di ruang terpisah untuk menyelamatkan hidup masing-masing.

Beberapa jemaah perempuan yang mencoba melarikan diri pun ditembak mati. "Bahkan saya tidak percaya kalau saat ini saya masih hidup," tutur Fouda. Setelah selesai meneror jemaah di Masjid Al Noor, lelaki bersenjata itu akhirnya pergi.

Namun ia ternyata mengemudikan mobilnya melintasi kota untuk menyerang masjid lainnya, yakni Masjid Linwood, di mana sebanyak tujuh orang terbunuh dalam aksi teror kedua itu.

Gamal Fouda merupakan Imam Masjid Al Noor, ia adalah seorang yang lahir dan mempelajari ilmu agama di Mesir.

Ia memberikan kesaksiannya kepada The Herald pada Minggu waktu setempat, bersama dengan Imam Christchurch Alabi Lateef Zirullah yang juga selamat dari pembantaian di Masjid Linwood.

Di Linwood, ada sekitar 80 jemaah yang tengah beribadah pada saat peristiwa naas terjadi. Setiba di masjid tersebut, pelaku mulai menembak dari luar masjid sekitar pukul 13.55 waktu setempat.

Sasaran petamanya adalam seorang lelaki dan istrinya yang tengah berada di depan masjid. Imam Zirullah saat itu tengah berada di dalam masjid, saat penembakan brutal terjadi.

"Saat saya melihat saudara Muslim itu ditembak mati, saya baru saja memberitahu saudara-saudara kami, 'turun, turun, seseorang baru saja menembak saudara kita di luar masjid," kata Zirullah.

Terlihat wajahnya sangat sedih, ia pun melanjutkan kesaksiannya. "Tidak ada yang mendengarkan saya sampai akhirnya ia (pelaku) datang dari arah belakang dan menembak salah satu saudara kami melalui jendela, pelaku melihat jemaah itu berdiri dan menembaknya melalui jendela,".

"Saat kaca pecah dan saudara kami jatuh, semua orang langsung sadar dan segera turun,".

Zirullah kemudian bergegas keluar ruangan bersama dengan rekannya Abdul Aziz yang secara spontan mengambil mesin kartu kredit dan berteriak untuk mengalihkan perhatian lelaki bersenjata yang memiliki postur tubuh kecil itu, "ayo ke sini,".

Mendengar kalimat yang dilontarkan Aziz, pelaku pun berlari kembali ke mobilnya untuk mengambil senjata lainnya dan saat itu Aziz berusaha melemparkan mesin kartu kredit itu ke arah pelaku.

Namun pelaku kembali menembak dan ketika Zirullah mencoba mengunci pintu utama untuk menjaga agar para jemaah tetap aman, Aziz dan kedua anaknya masih ada di antara mobil yang diparkir di luar.

Bersama kedua anaknya, Aziz ada di tempat yang sama dengan pelaku yang akhirnya kembali melepaskan tembakan ke arahnya.

Ia kemudian melihat pistol yang dibuang oleh pelaku dan mengambilnya, ia pun mencoba menarik pelatuknya namun kosong.

Saat itu, pelaku kembali berlari menuju mobilnya untuk kali kedua yang diduga untuk mengambil senjata lainnya.

"Ia masuk ke mobilnya dan saya baru saja mengambil pistol dan melemparkannya ke jendela (mobil) seperti panah dan menghancurkan (kaca mobilnya)," kata Aziz.

"Kaca depan pecah, itu sebabnya ia (pelaku) takut,".

Aziz mengatakan, pelaku mengutuknya dan berteriak bahwa ia akan membunuh mereka semua. Namun pelaku kemudian pergi dan Aziz sempat mengejar mobilnya di jalan menuju lampu merah sebelum kemudian mobil itu berbelok dan melesat pergi.

Video yang ditayangkan secara online menunjukkan petugas kepolisian setempat telah berhasil memaksa mobil itu berhenti di jalan dan langsung menyeret pelaku sesaat setelah aksi brutalnya.

Zirullah kemudian mulai memanggil layanan darurat dan mencoba membantu para jemaah yang sekarat dan terluka. Ia mengatakan bahwa dirinya siap mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan mereka.

"Saya tidak percaya, saya kira saya akan mati, saya siap mati karena saya merasa hidup saya ini adalah untuk saudara-saudara kami," papar Zirullah.

Kedua pemuka agama Islam di Chirstchirch itu saat ini masih dalam kondisi shock pasca aksi penembakan yang telah menewaskan 50 orang dan menyebabkan belasan orang kritis itu.

Fouda dan Zirullah menggambarkan pelaku sebagai penjahat yang pantas mendapatkan hukuman tertinggi berdasarkan hukum Selandia Baru.

Fouda pun mengaku baru tidur tiga jam sejak serangan tersebut. Prioritasnya saat ini adalah mencoba untuk mendapatkan daftar terakhir jemaahnya yang tewas dan mengurus pemakaman untuk mereka.

ia pun menghela napas, "Mungkin butuh waktu, waktu yang lama dan kami akan membutuhkan banyak orang untuk terlibat dalam prosesi itu,".

"Banyak orang yang memberikan dukungan moral kepada keluarga korban yang terluka atau meninggal, saya meminta kepada mereka untuk tetap tenang dan bersabar,".

"Saya sendiri ketika berjalan di jalanan atau pergi ke suatu tempat, saya mencoba menyembunyikan diri karena terlalu banyak orang dan mereka ingin mengajukan pertanyaan kepada saya, saat ini saya hanya ingin tetap tenang untuk bisa membantu masyarakat,".

Fouda mendoakan yang terbaik untuk mereka yang meninggal dunia dalam aksi brutal itu.

"Semoga Allah SWT memberi mereka kedamaian, kini mereka telah berada di tempat yang jauh lebih baik, lebih baik daripada dunia ini,".

Air matanya pun kembali menetes, ia menangis saat mencoba mengirimkan ungkapan belasungkawanya ke komunitasnya.

"Kami tidak akan takut, (apa yang dilakukan pelaku) adalah perang melawan perdamaian dan kami harus bersatu, Selandia Baru adalah negara yang damai dan kami menyukainya, dan kami akan terus mencintai Selandia Baru,".

"Ini seharusnya tidak membuat kami takut atau menghentikan kami dari persatuan sebagai saudara dan saudari, teman di negara yang indah ini,".

Baik Fouda maupun Zirullah, mendesak komunitas Muslim dan sesama warga Selandia baru untuk perang melawan segala bentuk terorisme.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini