Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, WELLINGTON - Perdana Menteri Selandia Baru, Ardern Jacinda memerintahkan penyelidikan independen serangan teror di Masjid Christchurch, pada 15 Maret lalu.
Hal itu disampaikan PM Selandia Baru pada Senin (25/3/2019).
Penyelidikan ini bertujuan untuk mengetahui apakah sebenarnya polisi dan dinas intelijen bisa mencegah serangan penembakan yang menewaskan 50 orang itu.
Ardern mengatakan sebuah Komisi Kerajaan-yang sesuai dengan Undang-undang Selandia Baru-diperlukan untuk mengetahui bagaimana seorang pria bersenjata mampu membunuh 50 orang dalam serangan yang mengejutkan dunia.
Baca: Hasil Akhir Perancis Vs Islandia di Kualifikasi Piala Eropa 2020, Skor 4-0 Perancis Pesta Gol
"Itu penting untuk mengetahui bagaimana tindakan terorisme terjadi dan bagaimana kita bisa menghentikannya," katanya kepada wartawan.
"Hal ini juga akan mencakup peran media sosial dan pelaku yang0 memiliki kemampuan untuk memperoleh senjata," lanjut Ardern.
Dinas intelijen Selandia Baru menghadapi kritik keras atas terjadinya serangan teror tersebut.
Sebaliknya, para korban yang semua adalah umat Muslim dan pembantaian diduga dilakukan oleh supremasi kulit putih yang menyakini adanya rencana kelompok ekstrimis Muslim yang akan menginvasi negara-negara Barat.
"Satu pertanyaan kita yang perlu dijawab adalah apakah kita bisa mengetahui lebih banyak lagi," Ardern mengatakan.
"Selandia Baru bukanlah sebuah negara yang mengawasi rakyatnya secara ketat... Tapi pertanyaan perlu dijawab," tegasnya.
Ardern membantah kemungkinan akan mengenakan kembali hukuman mati untuk terdakwa Brenton Tarrant, 28, yang ditahan setelah serangan masjid terjadi dan didakwa kasus pembunuhan.
Brenton Tarrant akan kembali muncul di pengadilan pada 5 April mendatang.
Keputusan Ardern untuk memerintahkan penyelidikan disambut positif oleh anggota komunitas Muslim Selandia Baru. (AFP/Reuters/Channel News Asia)