TRIBUNNEWS.COM - Ramainya perbincangan LGBT pun akhirnya mengaitkan masyarakat pada topik mengenai surrogate mother.
Di beberapa negara, surrogate mother ini legal dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, termasuk di Thailand pada awalnya.
Namun, ada satu kasus yang cukup mengiris hati terkait surrogate mother di negeri gajah putih tersebut.
Peristiwa malang itu menimpa seorang bayi bernama Gammy. Ia merupakan bayi hasil surrogate mother dari pasangan asal Australia, Wendy and David Farnell.
Selama kurang lebih sembilan bulan, ia dikandung oleh Pattaramon Chanbua, surrogate mother berusia 21 tahun yang berprofesi sebagai penjual makanan.
Saat itu Pattaramon Chanbua menjadi surrogate mother bagi dua anak kembar, Gammy lah salah satunya.
Miris, Gammy yang terlahir dengan kondisi down syndrome pada bulan Desember 2013 'dibuang' oleh ayah dan ibu biologisnya, sedangkan saudara perempuannya, Pipah, dibawa pulang ke Australia untuk dirawat.
Farnells sebagai ayah kandungnya menyangkal bahwa ia telah meninggalkan Gammy dan menuntuk Pattaramon untuk merawatnya.
Kasus ini akhirnya mendorong pemerintah Thailand untuk melarang surrogacy pada tahun 2014.
Parlemen Australia pun merespon dengan melakukan tinjauan terhadap undang-undang Australia yang melarang upaya surrogacy komersial.
Sebetulnya, kasus bayi Gammy ini adalah satu dari beberapa kasus anak-anak pengganti yang ditinggalkan karena cacat.
Akhirnya, Gammy dibesarkan oleh ibu pengganti di kota Sri Racha di pantai timur Thailand dengan bantuan dana 250.000 dolar Australia ($ 180.000) yang diperolehnya dari badan amal Australia Across the Water.
Artikel ini telah tayang di Nakita dengan judul Malangnya Bayi dari Hasil 'Sewa Rahim' Ini, Cacat Lalu Dibuang