Imbauan hindari hoaks
Sementara Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengutuk ledakan dengan menyebutkanya sebagai tindakan pengecut.
"Saya mengutuk keras serangan pengecut terhadap rakyat kita hari ini," kicaunya di Twitter.
"Saya menyerukan kepada semua warga Sri Lanka untuk tetap bersatu dan kuat selama masa tragis ini," lanjurnya. Dia juga meminta penduduk tidak menyebarkan laporan dan spekulasi hoaks. Sebagai informasi, sekitar 6 persen dari penduduk Sri Lanka yang mayoritas Budha adalah umat Katolik.
Pemandangan mengerikan
Di Twitter, Menteri Keuangan Mangala Samaraweera mengatakan serangan itu merupakan "upaya terkoordinasi untuk membunuh, kekacauan dan tindakan anarkis" dan mengakibatkan jatuhnya korban "banyak orang tak berdosa".
Seorang menteri lainnya, Harsha de Silva, menggambarkan "pemandangan mengerikan" di Gereja St Anthony di Kochchikade, dengan mengatakan ia melihat "banyak bagian tubuh berserakan".
Sejauh ini belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Media massa Sri Lanka melaporkan bahwa turis asing kemungkinan termasuk yang menjadi korban ledakan.
Ada kekhawatiran bahwa ledakan ini tidak terlepas dengan kembalinya anggota kelompok Negara Islam atau ISIS yang menimbulkan ancaman di negara itu.
Sebelumnya ada beberapa insiden kekerasan yang bersifat sporadis di Sri Lanka, yang melibatkan warga umat Buddha Sinhala terkait serangan ke masjid dan bangunan milik umat Muslim di negara itu.
Insiden serangan ini menyebabkan pemerintah Sri Langka sempat memberlakukan situasi darurat pada Maret 2018.
Pernyataan KBRI
Duta Besar Indonesia untuk Sri Lanka dan Maladewa I Gusti Ngurah Ardiyasa mengatakan, pihak KBRI belum menerima laporan terkait Warga Negara Indonesia (WNI) yang turut menjadi korban ledakan di dua gereja di Sri Lanka, Minggu (21/4/2019).