Para penyanyi melafalkan satu kata dari kalimat yang merupakan motto ITB.
Lalu mereka lafalkan secara berulang-ulang menjadi instrumen.
Duto mengatakan pesan yang disampaikan akan selalu berbeda.
Bila orang yang mendengarkan memiliki latar belakang musik, maka akan melihatnya sebagai akustik yang bagus dari permainan sederhana.
Hal itu berbeda bila orang yang mendengarkan berlatar linguistik.
"Jadi ini fokus saat karya dihadirkan di NGA, lalu di hari yang berbeda atau ditampilkan di museum atau negara lain, maka pesan yang diterima juga berbeda," ungkapnya.
Baca: Makan Siang Sambil Menikmati Seni Patung di Taman Galeri Nasional Australia
Baca: Aksi Tisna Sanjaya Berdialog soal Perdamaian di Galeri Nasional Australia
Duto pun kagum atas karyanya yang dibawakan orang Australia.
Karena mereka terpilih berdasarkan kasting yang dilakukan pihak galeri.
"Karena dari berbagai ras, ada yang difabel, transgender. Ini karyanya menjadi lebih kuat," kata Duto.