Dalam laporannya IPBES mengungkap sekitar 1 juta spesies terancam punah, bahkan hanya dalam hitungan dekade.
Laporan itu juga menyatakan, tingkat kepunahan spesies secara global sudah puluhan kali bahkan ratusan kali lebih tinggi dibandingkan 10 juta tahun terakhir dan semakin cepat.
Situasi itu terjadi karena faktor-faktor terkait perubahan penggunaan lahan dan laut, polusi dan perubahan iklim.
Selain itu, laporan IPBES juga menekankan bahwa keanekaragaman hayati sejatinya lebih luas dari sekadar persoalan lingkungan. Keanekaragaman hayati juga memiliki nilai ekonomi yang harus diperhitungkan dalam neraca keuangan.
Keanekaragaman juga menyediakan dukungan pembangunan seperti pangan, air, energi, ketahanan, dan kesehatan.
Kembangkan Bioprospeksi
Untuk mengoptimalkan potensi keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dalam menyokong ketahanan pangan dan kesehatan, Indonesia mengembangkan bioprospeksi.
Sebagai contoh, karang spons Candidaspongia sp. yang merupakan endemik di Teluk KUpang telah diidentifikasi sebagai anti kanker.
“Pemanfaatan berkelanjutan untuk bioprospeksi di tingkat industri dirancang dan diimplementasikan yang melibatkan perusahaan swasta dan milik negara dengan prinsip-prinsip akses dan pembagian manfaat di bawah Protokol Nagoya,” kata Menteri Siti Nurbaya.
Sementara itu Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia Ola Elvestuen memuji sejumlah capaian Indonesia.
Dia menyatakan, Indonesia telah berhasil menurunkan laju deforestasi dan degradasi hutan dan juga kebakaran hutan berkat kebijakan yang baik dan kepemimpinan yang kuat dari pemerintah. (***)