Nargis Nehan, seorang menteri memasang status di Twitter, "Sebagai seorang anggota kabinet di pemerintahan, saya bisa bilang dengan yakin bahwa tuduhan ini tak berdasar."
Namun pegiat hak perempuan Fawzia Koofi - yang sempat menjadi anggota parlemen - mengatakan ia menerima banyak pengaduan peleechan seksual yang dilakukan para pria di pemerintahan yang berkuasa sekarang.
"Pemerintah menanggapi dengan defensif. Mereka melihatnya sebagai masalah politik alih-alih melihat sebagai masalah perempuan di Afghanistan," katanya.
"Ada budaya impunitas. Para laki-laki yang menjadi pelaku merasa terlindungi oleh pemerintahan ini dan inilah mengapa mereka terus melakukan kejahatan ini," kata Fawzia lagi.
Pemerintah telah memerintahkan penyelidikan terhadap tuduhan pelecehan seksual ini. Penyelidikan dilakukan oleh Kejaksaan Agung, pihak yang ditunjuk oleh presiden.
Saya bertemu juru bicara Kejaksaan Agung Jamshid Rasooli di kantornya.
Bagaimana orang percaya bahwa penyelidikan ini tidak berpihak, tanya saya.
"Konstitusi kami memberi hak kepada Jaksa Agung untuk independen. Kami juga bertanya kepada para pegiat. Ulama dan organisasi hak asasi juga menjadi bagian dari penyelidikan utuk memastikan kami tidak berpihak," jawabnya.
Saya menjelaskan bahwa perempuan yang saya temui berkata mereka tak percaya pada lembaga pemerintah, sehingga tak mengadukan kasus-kasus mereka.
"Kami mengumumkan bahwa identitas pengadu akan dilindungi," jawabnya. "Kami akan mengambil langkah untuk melindungi para pengadu dan keluarga mereka agar tetap aman."
Demokrasi di Afghanistan datang seiring perang yang memakan puluhan ribu korban jiwa.
Bagian dari tujuan perang itu adalah menjamin hak dan kemuliaan perempuan, yang diperlakukan secara kasar di bawah rezim Taliban.
Resolute Support, organisasi yang dipimpin oleh NATO di Afghanistan, tak mau berkomentar tentang tuduhan pelecehan seksual ini sambil menyatakan itu urusan dalam negeri Afghanistan.