Presiden Brasil, Jair Bolsonaro telah mengkritik Presiden Perancis, Emmanuel Macron atas saran yang hendak membawa isu kebakaran hutan Amazon di forum G7.
TRIBUNNEWS.COM - Hutan Amazon saat ini tengah mengalami kebakaran hebat yang menurut para ahli belum pernah melihat kejadian se-ekstrem ini sebelumnya.
Hutan Amazon merupakan hutan yang memegang sejumlah besar oksigen di dunia.
Namun, kini hutan Amazon telah mengalami sebanyak 74 ribu titik kebakaran selama tahun 2019.
Baca: Dunia Internasional Kecam Brasil Tidak Serius Tangani Kebakaran Hutan Amazon
Baca: Kebakaran Hebat Landa Hutan Hujan Amazon, Peta Ini Tunjukkan Parahnya Sebaran Titik Api
Menurut Lembaga Nasional untuk Penelitian Luar Angkasa (INPE), hal tersebut meningkat sebanyak 84 persen pada periode yang sama pada tahun 2018.
Para pemimpin dunia mengungkapkan kekhawatiran soal kebakaran hutan di Amazon, yang disebut sebagai satu paru-paru dunia karena menyerap karbon dioksida.
Melansir Kompas.com dari Sky News, Presiden Prancis, Emmanuel Macron menyatakan kebakaran hutan di Amazon merupakan krisis internasional.
"Rumah kami terbakar secara sesungguhnya," ujar Emmanuel Macron.
"Hutan hujan Amazon, paru-paru yang sudah memproduksi 20 persen oksigen, tengah terbakar," lanjut Macron.
Menanggapi pernyataan Macron, Presiden Brasil, Jair Bolsonaro malah menyerang balik pemimpin Prancis tersebut.
Jair Bolsonaro mengaku jika dirinya menyesali Macron yang telah menyuarakan pendapat pribadinya, baik kepada Brasil maupun negara kawasan Amazon lainnya.
"Nada sensasional yang dia (Macron) pakai sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah," kata Bolsonaro mengomentari kebakaran di Amazon.
Baca: Kebakaran Amazon: Rumah kita sedang terbakar, kata presiden Prancis menjelang KTT G7
Baca: Kebakaran hutan di Amazon mencapai rekor, kata badan antariksa Brasil
Dalam serangkaian kicauannya di Twitter, Bolsonaro juga mengkritik saran Macron yang hendak membawa isu kebakaran hutan Amazon dalam forum G7.
"Saran Presiden Prancis yang hendak mendiskusikannya tanpa menyertakan negara di kawasan merupakan pemikiran kolonial yang tidak bisa diterima di abad ke-21," paparnya.