Namun sepeninggalan ibu angkatnya, ia dikembalikan ke rumah orang tuanya di Sumatera Selatan hingga sekarang.
Bahkan sebelum dikurung di dalam kotak, Rahmadi juga pernah mengalami hal yang hampir serupa.
Ia sempat tinggal di bawah pohon pisang.
Sementara itu, dr. Fadly yang menangani Rahmadi di RSUD Talang Ubi melakukan perawatan darurat serta melakukan pengecekan gizi kepadanya.
Menurutnya, dengan berat badan dan tinggi badan Rahmadi seperti saat ini memang tidak seusai dengan ana berusia tujuh belas tahun lainnya.
Kedua orangtua Rahmadi ketika ditemui Dinas Sosial PALI, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak PALI, Dinas Kesehatan PALI, serta Kades Sungai Baung mengungkapkan alasan di balik pengurungan terhadap anak remajanya itu.
Sebab keduanya tak bisa menjaga Rahmadi selama dua puluh empat jam, sementara mereka harus bekerja di ladang untuk menyadap karet demi menyambung hidup sehari-hari.
Tambah mereka, apabila anaknya ditinggal sendirian di rumah tanpa dikurung, maka Rahmadi bisa keluyuran.
Kedua orangtuanya takut apabila remaja yang mengalami keterbelakangan mental tersebut berbuat aneh-aneh ketika ditinggal dirumah tanpa dikurung di dalam kotak.
"Kalau ditinggalkan sendirian, dia (Rahmadi) suka keluyuran. Jadi, takutnya kalau main kejalan bisa tertabrak kendaraan," kata Bari (50), Ayah Kandung Rahmadi, dikutip dari SRIPOKU.com.
Selain itu, dirinya mengurung Rahmadi di belakang rumah dalam kotak layaknya sebuah kandang kambing, lantaran tidak percaya jika bisa ditinggal sendirian.
Hal ini lantaran kondisi Rahmadi yang mengalami gangguan keterbelakangan mental serta tunawicara.
"Kalau ditinggal sendirian di rumah, kami juga takut terjadi apa-apa. Karena dia (Rahmadi) suka sembarangan pegang barang," katanya, dikutip dari SRIPOKU.com.
Setelah pertemuan tersebut, Bari (50) dan Warti (48), orangtua dari Rahmadi bersedia untuk mengurus remaja itu dengan layak.