TRIBUNNEWS.COM - Kongres AS secara resmi mengundang Presiden Donald Trump untuk hadir dalam sidang dengan agenda pemakzulan sang presiden.
Upaya pemakzulan Presiden Donald Trump ini merupakan buntut dari percakapan telepon dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky soal permintaan penyelidikan terhadap Joe Biden, calon penantangnya di Pilpres AS 2020 dari Partai Demokrat.
Baca: Pemecatan Richard Spencer, Mulai dari Kicauan Trump Hingga Memecat Dirinya Sendiri
Undangan itu merupakan babak baru dalam upaya pemakzulan Trump oleh DPR AS buntut percakapan telepon dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.
Upaya pemakzulan ini sebelumnya sudah sampai tahap penyelesaian rapat dengar pendapat yang digelar terbuka oleh Komite Intelijen DPR AS.
Kemudian juga sudah dilakukan tahapan wawancara saksi secara tertutup.
Adam Schiff, Ketua Komite Intelijen, menuturkan bahwa departemennya bersama Komite Pengawasan dan Luar Negeri bakal menyelesaikan laporan mereka, dan diungkap pada 3 Desember.
Bagaimana Undangan kepada Trump Diberikan?
Baca: Konglomerat Michael Bloomberg Siap Tantang Donald Trump di Pilpres AS 2020
Nadler mengatakan, dia sudah menulis surat secara langsung kepada presiden dari Partai Republik bahwa dia bisa hadir dalam sidang 4 Desember.
"Dia mengambil kesempatan ini untuk hadir dalam sidang pemakzulan, atau berhenti mengeluh tentang prosesnya," tegas Nadler.
Trump memang berulang kali membantah dia melakukan pelanggaran, dan menyebut sidang tersebut merupakan upaya menjelekkannya.
"Saya berharap dia bisa memilih untuk hadir secara langsung atau mengutus wakil, seperti yang dilakukan pendahulunya," jelas Nadler.
Dalam suratnya kepada Trump, Nadler menjelaskan sang presiden bisa mempertanyakan secara langsung argumen historis dan konstitusi pemakzulannya.
Tentu saja, lanjut Nadler, DPR AS juga bisa mendiskusikan atas dasar apa Trump harus melarang otoritas mereka mengaktifkan pasal pemakzulan.
Baca: Foto Perbedaan Obama dengan Trump saat Awasi Penyerangan Teroris
Dia pun memberikan tenggat waktu pada 1 Desember pukul 18.00 waktu setempat apakah Trump bakal hadir, atau siapa yang ditunjuknya.
Bagaimana Tahapan Pemakzulan Selanjutnya?
Komite Yudisial DPR AS diprediksi bakal memulai merumuskan aturan bahwa Trump terbukti bersalah dan layak dimakzulkan.
Setelah melakukan voting di lembaga yang dikuasai Demokrat, rumusan itu bakal diteruskan kepada Senat yang dikomandani Republik.
Jika nantinya lebih dari dua per tiga Senat menyepakati rumusan, maka Trump bakal jadi presiden pertama yang dilengserkan.
Meski begitu, upaya itu sangat kecil terjadi mengingat Senat diisi oleh para politisi yang mendukung sang presiden.
Sementara itu sebelumnya, Presiden Donald Trump mengklaim di Twitter, Amerika Serikat ( AS) bakal dilanda perang saudara jika dirinya dimakzulkan.
Dalam serangkaian kicauannya, presiden berusia 73 tahun itu mengutip kalimat dari Robert Jeffress, seorang pendeta dan kontributor Fox News.
"Jika presiden dimakzulkan oleh Demokrat (yang jelas tak mungkin), maka bakal terjadi perang saudara yang jelas tak bakal pulih," ujar Jeffress dikutip Trump.
Dilansir The Independent Senin (30/9/2019), kicauan di Twitter itu merespons keputusan oposisi Partai Demokrat untuk menyelidikinya.
Dia juga menuntut supaya dipertemukan dengan si pelapor percakapan teleponnya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky 25 Juli lalu.
Dalam perbincangannya, Trump meminta Zelensky untuk menyelidiki putra Joe Biden, calon pesaing kuatnya di Pilpres AS 2020 mendatang.
Si pelapor kemudian mengirim laporan keluhan Agustus lalu, menuding Trump meminta bantuan asing untuk mengintervensi Pilpres AS.
Keluhan dari si pelapor itulah yang menjadi dasar bagi Demokrat mengumumkan investigasi untuk memakzulkan presiden ke-45 AS itu.
Di Twitter, presiden berusia 73 tahun itu menyatakan selayaknya warga lainnya, dia meminta supaya bisa dipertemukan dengan pelapor.
"Saya berhak menemuinya, terutama setelah dia mendeskripsikan percakapan dengan pemimpin asing secara salah dan begitu ngawur," katanya.
Tak hanya itu, dia juga melancarkan kritikan kepada Ketua Komite Intelijen House of Representatives (DPR AS) dari Demokrat, Adam Schiff.
Dia menuduh Schiff sudah berbohong kepada majelis rendah parlemen AS itu.
"Schiff seharusnya diselidiki atas dugaan Penipuan dan Pengkhianatan," ujarnya.
Trump melanjutkan, dia menuntut tak hanya dipertemukan dengan si pelapor.
Namun juga dengan pejabat yang sudah memberikannya informasi.
"Apakah orang ini sedang memata-matai Presiden AS? Ada konsekuensi Besar!" lanjut presiden yang diusung oleh Partai Republik itu.
Buntut pengumuman penyelidikan yang digaungkan Ketua DPR AS Nancy Pelosi, Gedung Putih langsung merilis transkrip percakapan Trump dan Zelensky.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Trump Diundang DPR AS ke Sidang Pemakzulan Dirinya", .
Editor: has