Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Hari Rabu (25/12/2019) besok adalah Hari Natal dan bagi sebagian negara hari Natal merupakan hari libur bagi pekerja. Namun tidak demikian halnya dengan di Jepang.
Besok 25 Desember 2019 bukanlah termasuk hari libur di Jepang. Di hari itu karyawan tetap bekerja seperti biasanya.
Hingga Selasa (24/12/2019) malam menjelang natal, kegiatan sukarela mengumpulkan uang untuk sedekah pengurusan anjing liar dan atau anjing yang dibuang orang, tetap berjalan di Jepang.
"Kita berusaha merawat anjing-anjing tersebut yang terbengkalaikan oleh pemiliknya, dibuang, menjadi anjing liar. Kita urus dan rawat tapi juga butuh dana untuk merawat mereka membelikan makanannya dan sebagainya," kata Kumano, seorang pekerja sukarela di depan Stasiun Ikebukuro Tokyo kepada Tribunnewscom, Selasa (24/12/2019).
Jarang sekali yang memberikan sedekah kepada pekerja sukarela tersebut karena memang bukan budaya Jepang memberikan uang di pinggir jalan.
Pengamatan Tribunnews.com selama satu jam memperhatikan pekerja sukarela tersebut, hanya orang asing yang menyerahkan sebagian uang kepadanya.
Sementara itu keluhan masyarakat Jepang pun tidak sedikit terhadap berbagai tempat fasilitas pemeliharaan anjing dan kucing di Jepang.
Dalam setahun terakhir ini muncul 2.064 pengaduan yang datang dari masyarakat karena merasa terganggu dengan bau, berisik dan hal-hal lain terkait anjing dan kucing di sekitarnya, terutama yang dipelihara orang dan atau yang dikembangbiakkan.
Baca: Siap Sambut Perayaan Hari Natal, Yuanita Christiani Lebih Pilih Pernak-pernik Minimalis
Baca: Cerita Pria yang Bernama Slamet Hari Natal, Lahir Saat Natal Dibantu Bidan Kristen Jawi Wetan
Baca: Curi Perhatian, Intip Penampilan Menhan Prabowo saat Kunjungan ke Jepang, Tampil Beda!
"Dalam multi-breeding anjing dan atau kucing di masyarakat Jepang, muncul pengembangbiakan secara tidak sengaja, menyebabkan masalah dengan lingkungan karena bau busuk dan kebisingan dan menyebabkan penyalahgunaan hewan," ungkap sumber Tribunnews.com, Sabtu (21/12/2019).
Kementerian Lingkungan Hidup Jepang melakukan survei kuesioner pertama terhadap 125 kota di Jepang, termasuk prefektur dan kota yang ditunjuk berdasarkan peraturan, untuk memeriksa latar belakang masalah dan langkah-langkah penanggulangan, dan melaporkan hasilnya pada pertemuan dengan para ahli.
Menurut laporan itu, setidaknya ada 2.064 keluhan dari penduduk atas "multi-breeding" (pengembangbiakan) tahun lalu.
Analisis terhadap 368 kasus spesifik yang ditangani oleh pemerintah kota dalam lima tahun terakhir menunjukkan bahwa 53 persen pemilik membutuhkan hidup, dengan mengatakan, "Saya tidak bisa membayar biaya untuk mengambil terlalu banyak hewan dan untuk sterilisasi."
Banyak pemerintah daerah merasakan tantangan tersebut.
Baca: Kasus Pertama di Jepang, Tanah Girik Kyoto Bikin Pusing Pemda Setempat yang Ingin Berbenah
Baca: Ketua DPR Puan Maharani: Selamat Hari Natal untuk Umat Kristiani
Baca: Menteri Kehakiman Jepang akan Buat UU Anti Berkendaraan Zig-zag
Juga, ketika ditanya tentang kemungkinan penyalahgunaan hewan, sekitar 1 persen dari kasus memiliki "trauma tidak wajar", tetapi lebih dari 20 persen pemilik "tidak peduli dengan cedera dan penyakit hewan."
Kementerian Lingkungan Hidup Jepang akan menganalisis lebih lanjut hasil kuesioner dan berdasarkan pemahaman tentang kasus individu dan inisiatif pemerintah daerah, akan merumuskan pedoman yang menunjukkan cara berurusan dengan pemilik dan cara bekerja sama dengan organisasi lokal dan swasta.
Bagi penggemar Jepang dapat ikut diskusi dan info terakhir dari WAG Pecinta Jepang. Email nama lengkap dan nomor whatsapp ke: info@jepang.com