Hal itu diungkapkan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana.
"China mau ngetes, sejauh mana ketegasan dan kekompakan menteri-menteri baru Jokowi dalam mengelola masalah di Laut China Selatan."
"Kalau soal sengketa dengan China, itu terdekat terjadi di tahun 2016," kata Hikmahanto, Minggu (5/1/2020) dilansir Kompas.com.
Reaksi pejabat Indonesia disebut Hikmahanto sengaja dipancing China.
Hal ini menjadi penting untuk China dalam pengambilan kebijakan geopolitik dan ekonomi.
Yang terbaru tahun 2016, kapal China masuk Natuna, Presiden Jokowi sampai langsung datang ke Natuna dan menggelar rapat di sana. Nah, China mau lihat bagaimana respons pejabat sekarang," ujar Hikmahanto.
Hikmahanto menyebutkan, selama sembilan garis putus-putus dan traditional fishing right dijadikan dasar klaim, maka China akan selalu memepetahankan keberadaan fisiknya di Natuna Utara.
"Pelanggaran atas ZEE Indonesia di Natuna Utara oleh Coast Guard China bisa jadi ditujukan untuk menguji muka baru di kabinet Jokowi dan menguji soliditas kabinet," ungkap Hikmahanto.
Hikmahanto menyebut apa yang dilakukan China pernah dilakukan saat Jokowi belum terlalu lama menjabat presiden.
"Hal yang sama pernah dilakukan oleh China saat Presiden Jokowi baru beberapa tahun menjabat. Ketika itu Presiden tegas tidak mengakui sembilan garis putus, bahkan menggelar rapat di KRI di perairan Natuna Utara," imbuhnya.
Wakil Ketua Komisi 1 DPR Abdul Kharis Almasyhari Buka Suara
Tanggapan juga datang dari Wakil Ketua Komisi 1 DPR Abdul Kharis Almasyhari .
Abdul Kharis menyebut, apabila ada pihak yang tidak kompak dalam menghadapi konflik ini akan dimanfaatkan pihak berkepentingan.
"Kalau tidak kompak itu menjadi celah yang bisa dimanfaatkan oleh pihak yang punya kepentingan terhadap masalah ini," kata Abdul yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube Kompas TV, Sabtu (4/1/2020).