News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Laut Natuna Diklaim China

Natuna Diklaim China, Jokowi Tegaskan Secara De Facto dan De Jure Natuna adalah Indonesia

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo meninjau kesiapan kapal perang Usman Harun di Puslabuh TNI AL d Selat Lampa, Natuna, Rabu (8/1/2020). Selain itu Jokowi juga mengadakan silaturahmi dengan para nelayan di Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa Natuna. TRIBUNNEWS/SETPRES/AGUS SUPARTO

Hal itu diungkapkan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana.

"China mau ngetes, sejauh mana ketegasan dan kekompakan menteri-menteri baru Jokowi dalam mengelola masalah di Laut China Selatan."

"Kalau soal sengketa dengan China, itu terdekat terjadi di tahun 2016," kata Hikmahanto, Minggu (5/1/2020) dilansir Kompas.com.

Reaksi pejabat Indonesia disebut Hikmahanto sengaja dipancing China.

Presiden meninjau KRI Usman Harun 359 dan KRI Karel Satsuit Tubun 356 di Pangkalan Angkatan Laut Terpadu Selat Lampa. (Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Hal ini menjadi penting untuk China dalam pengambilan kebijakan geopolitik dan ekonomi.

Yang terbaru tahun 2016, kapal China masuk Natuna, Presiden Jokowi sampai langsung datang ke Natuna dan menggelar rapat di sana. Nah, China mau lihat bagaimana respons pejabat sekarang," ujar Hikmahanto.

Hikmahanto menyebutkan, selama sembilan garis putus-putus dan traditional fishing right dijadikan dasar klaim, maka China akan selalu memepetahankan keberadaan fisiknya di Natuna Utara.

"Pelanggaran atas ZEE Indonesia di Natuna Utara oleh Coast Guard China bisa jadi ditujukan untuk menguji muka baru di kabinet Jokowi dan menguji soliditas kabinet," ungkap Hikmahanto.

Hikmahanto menyebut apa yang dilakukan China pernah dilakukan saat Jokowi belum terlalu lama menjabat presiden.

"Hal yang sama pernah dilakukan oleh China saat Presiden Jokowi baru beberapa tahun menjabat. Ketika itu Presiden tegas tidak mengakui sembilan garis putus, bahkan menggelar rapat di KRI di perairan Natuna Utara," imbuhnya.

Wakil Ketua Komisi 1 DPR Abdul Kharis Almasyhari Buka Suara

Tanggapan juga datang dari Wakil Ketua Komisi 1 DPR Abdul Kharis Almasyhari .

Abdul Kharis menyebut, apabila ada pihak yang tidak kompak dalam menghadapi konflik ini akan dimanfaatkan pihak berkepentingan.

"Kalau tidak kompak itu menjadi celah yang bisa dimanfaatkan oleh pihak yang punya kepentingan terhadap masalah ini," kata Abdul yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube Kompas TV, Sabtu (4/1/2020).

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini