"Bahkan sering disebut bahwa damai itu sebetulnya hanya jarak di antara dua perang, itu filosofinya," jelas Rocky.
"Jadi sebetulnya kita hidup dalam selalu dalam keadaan perang, damai itu hanyalah eksepsion aja," tambahnya.
Rocky beranggapan, tema akhir-akhir bahwa ada akumulasi kekuatan China yang kebetulan terjadi bersamaan dengan AS yang dipimpin oleh Donald Trump dari Partai Republik.
Kedua negara tersebut sama-sama mempunyai tradisi dan filosofi real power atau biasa disebut tradisi kaum realis.
"Dalam tradisi realis satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah adalah dengan perang," terang Rocky.
Menurut Rocky, perang itu tidak hanya menundukkan lawan tetapi juga menghidupkan ekonomi dalam negeri.
"Perang memang mesti diajukan sebagai satu variabel ekonomi," ujarnya.
Lebih lanjut, Rocky menjelaskan dalam rangka itu, di dunia sudah hampir setengah abad tidak ada persaingan super power.
Sedangkan menurut Rocky, di dunia selalu hidup dengan super power.
"China berupaya untuk menjadi super power tapi China mengalami problem ekonomi."
"Karena itu pasti dia akan tunda dulu sejenak, tapi tadi ada faktor yang tidak diprediksi oleh China misalnya," ungkap Rocky.
Faktor yang tidak diprediksi China tersebut menurut Rocky adalah terbunuhnya jenderal Iran, Qassem Soleimani.
"Nah kita tahu bahwa variabel-variabel dadakan semacam ini, bisa menjadi outlet untuk melepaskan kekuatan-kekuatan potensial," ujar Rocky.
Rocky menuturkan, sejarah selalu ajaib, ada kejadian kecil dan hal tersebut bisa menjadi kasus untuk melahirkan perang dunia.