TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat Donald Trump berkata ia memerintahkan membunuh jenderal Iran Qassem Soleimani demi menghentikan perang.
Namun kenyataannya tak sesederhana itu.
Michael Ware, seorang jurnalis CNN dan majalah Time yang pernah tinggal di Baghdad tahun 2003-2009 memberikan analisisnya.
Bukannya untuk menghentikan perang, Trump justru menggertak Teheran dengan satu tindakan paling berani yang dilakukan Amerika setelah bertahun-tahun.
Sebelumnya, tak ada satupun presiden Amerika yang berani "memulai perkelahian" dengan Teheran seperti itu.
Aksi Amerika membunuh Soleimani disebut tindakan yang berani dan provokatif.
Aksi tersebut dapat memicu lebih banyak konflik di Timur Tengah, yang pastinya tak akan menghentikan perang.
Perang Berpuluh-puluh Tahun
Konflik antara Amerika dan Iran telah berlangsung lebih dari 40 tahun.
Serangan drone pada hari Jumat (3/1/2020) lalu yang menewaskan Soleimani hanyalah satu "benturan" di tengah konflik yang lama, panjang, dan berliku yang sebelumnya telah menewaskan orang selama beberapa generasi.
Ini adalah perang yang sudah dimulai sejak tahun 1953.
Saat di mana Iran percaya Amerika benar-benar ingin melawan.
Sebab, pada tahun 1953, AS mengadakan kudeta di Iran untuk menjatuhkan perdana menteri yang populer, sekuler dan nasionalis, demi menaikkan raja yang dipilihnya yang dikenal sebagai Shah.
Kudeta Amerika itulah yang menyebabkan terjadinya revolusi tahun 1979 yang menempatkan seorang ayatullah di atas takhta.