TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Agung Inggris menilai hukuman Reynhard Sinaga dinilai terlalu ringan, dan seharusnya tidak dibebaskan.
Terkait hal ini Jaksa Agung Inggris mengajukan banding ke Pengadilan Banding, pada Kamis (16/1/2020).
Diketahui, Jaksa Agung memiliki kekuatan untuk mengajukan banding atas hukuman tertentu yang dijatuhkan hakim pengadilan daerah di Inggris dan Wales jika tampaknya hukuman yang mereka berikan terlalu ringan.
Jaksa Agung, Geoffrey Cox meminta Pengadilan Banding mempertimbangkan "perintah seumur hidup" untuk diaplikasikan kepada Reynhard.
Perintah seumur hidup ini menyebabkan pelaku tidak pernah dibebaskan dari penjara dan biasanya ini digunakan pada kasus pembunuhan paling serius.
Dengan begitu, pria 36 tahun ini tidak akan pernah memenuhi syarat untuk bebas dari penjara.
"Setelah mempertimbangkan dengan cermat rincian kasus ini, Saya telah memutuskan untuk merujuk hukuman itu ke pengadilan banding," imbuhnya." ujar Cox yang dilansir The Guardian.
Hal ini dilakukan oleh Cox karena Reynhard telah melakukan tindakan yang keji terhadap para korbannya.
Ia juga terlihat tidak memiliki rasa bersalah sedikitpun saat mendengar keterangan korban di persidangannya kala itu.
Padahal akibat dari perbuatan Reynhard itu, para korban memiliki trauma yang sangat besar dan butuh waktu lama untuk menyembuhkan erasa trauma tersebut.
"Reynhard telah melakukan sejumlah serangan yang mengerikan," ujar Cox.
"Dalam waktu yang lama menyebabkan rasa sakit substansial dan penderitaan psikologis yang besar bagi para korbannya," imbuhnya.
Terkait pengajuan banding terhadap kasus Reynhard ini, Cox mengaku tinggal menunggu keputusan dari pengadilan.
Apakah hakim pengadilan banding akan memutuskan pelaku pemerkosaan terbesar di Inggris ini harus mati di penjara setelah mendapat intervensi dari Jaksa Agung.
"Kini keputusan berada di pengadilan, apakah akan menambah hukuman itu,” ujar Cox.
Kasus Reynhard Sinaga
Diberitakan sebelumnya, Reynhard Sinaga merupakan warga Indonesia yang mendapatkan vonis hukuman penjara seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, Inggris pada Senin (6/1/2020).
Yakni dengan jangka waktu minimal 30 tahun.
Hal ini dikarenakan pada 2 Juni 2017 ia ditangkap karena sederet kasus pemerkosaan dan pelecehan terhadap ratusan pria.
Reynhard yang tercatat sebagai mahasiswa Inggris ini terbukti bersalah dalam 159 kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap 48 pria.
Kepolisian Manchester menduga para korban pemerkosaan yang dilakukan Reynhard mencapai lebih dari 190 orang.
Reynhard melakukan aksi bejatnya itu dengan bujuk rayunya untuk membawa korban kedalam apartemennya.
Kemudian ia akan menawarkan minuman yang telah dimasukan obat GHB, yakni obat-obatan terlarang yang dapat membuat yang meminumnya kehilangan kesadarannya.
Setelah korban teler, Reynhard baru melancarkan aksi bejatnya tersebut.
Diketahui, Reynhard merekam seluruh aksinya dengan menggunakan dua handphone.
Dalam sidangnya Reynhard sempat membela diri, mengatakan para korbannya menikmati fantasi seksual yang dilakukan bersama.
Namun empat juri di pengadilan Manchester secara kompak dan tegas menolak pembelaan diri Reynhard.
Bahkan Hakim Suzanne Goddard yang membacakan vonis Reynhard, mengatakan gambaran monster terhadap Reynhard Sinaga merupakan gambaran yang tepat.
Bahkan Suzanne Goddard berkeyakinan penuh bahwa Reynhard tidak pantas untuk dibebaskan.
Walaupun hukuman minimalnya 30 tahun, namun ia menyebutkan Reynhald tidak akan pernah aman untuk dibebaskan.
"Anda (Reynhard) adalah predator seksual setan yang tidak pernah akan aman untuk dibebaskan' begitu," ujarnya.
Cerita jurnalis soal kesaksian korban Reynhard Sinaga
Jurnalis BBC Indonesia-London, Endang Nurdin bercerita terkait kesaksian para korban perkosaan yang dilakukan oleh Reynhard Sinaga.
Endang menuturkan kesaksian para korban Reynhard di pengadilan Manchester ini sangat tragis.
Di mana menurut jaksa dan polisi para korban mengalami trauma yang begitu mendalam.
"Itu cerita-ceritanya sangat tragis ya, dibacakan oleh Jaksa sebelum hakim menjatuhkan vonisnya," ujar Endang yang dilansir dari kanal YouTube Kompas tv, Jumat (16/1/2020).
"Bahwa ada (korban) yang mencoba bunuh diri," ungkapnya.
"Ada yang mengatakan 'kalau bukan karena ibu saya, saya sudah bunuh diri' gitu," imbuhnya.
"Ada yang mengatakan 'ketika saya pertama kali beritahukan ini ke ibu saya, ibu saya muntah, adik saya histeris menangis mendengar itu semua'," jelas Endang.
Bahkan, menurut penuturan jurnalis BBC ini ada korban yang keluar dari universitasnya dan ada pula yang mengalami mimpi buruk. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)