Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Tak hanya orang asing, ternyata sebanyak 90 persen orang Jepang banyak yang salah pengertian mengenai Ninja di zaman sekarang ini.
"Tadinya Ninja itu sama dengan rakyat biasa, para petani yang hidup biasa di desa-desa. Pakaiannya pun biasa layaknya petani umumnya di Jepang," papar Jinichi Kawakami, salah satu ninja terakhir yang ada di Jepang saat ini berusia 70 tahun, kepada Tribunnews.com belum lama ini.
Kawakami menurutnya saat ini memiliki 13 murid yang tersebar di Jepang mulai utara Jepang sampai Fukuoka selatan Jepang.
"Mereka (Red: para muridnya) mempelajari sejarah ninja dan juga ninjutsu dengan baik. Bagi yang mau belajar ninja ya silakan saja kepada salah satu dari 13 orang tersebut," lanjut ninja kelahiran Wakasa Perfektur Fukui dari klan Koga generasi ke-21 di Perfektur Shiga Jepang itu.
Ninja pada dasarnya ada di banyak tempat di Jepang. Namun pada akhirnya tersisa hanya klan Koga (Perfektur Shiga) dan klan Iga (Perfektur Mie) yang berlokasi bertetangga.
Baca: Mulai Februari Anak-anak di Kagawa Jepang Tak Boleh Main Ponsel Mulai Jam 22.00
Baca: Tekanan kepada Mantan Menteri Kehakiman Jepang Semakin Kuat Setelah Kantornya Digerebek
"Tadinya Iga dan Koga memang jadi satu, tetapi kemudian terpecah dua karena wilayah jadi berbeda. Yang satu masuk Perfektur Shiga satu lagi masuk Perfektur Mie," kata dia.
Diakuinya pula ada pertempuran antara kedua klan di masa lalu yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Kawakami juga profesor Ninja di Universitas Mie khususnya di pusat penelitian kolaborasi sosial, juga penasihat bahkan salah stau pendiri dari Dewan Ninja Jepang (Japan Ninja Counci).
Saat ini Kawakami ingin sekali meluruskan citra Ninja yang dianggapnya banyak salah pengertian di masyarakat termasuk juga di masyarakat Jepang.
"Orang Jepang umumnya salah pengertian mengenai ninja. Pertama, meragukan apakah memang benar ada ninja? Jangan-jangan hanya main-main saja, tokoh yang dimunculkan untuk pembuatan film di Jepang? Begitulah prasangka banyak orang Jepang saat ini," kata dia.
Yang kedua, menurutnya, pemikiran orang Jepang umumnya, 90 persen dan orang asing juga, ninja adalah orang yang suka berkelahi, berperang, bertempur, sehingga karena itulah menarik.
"Kalau tidak berkelahi ya tidak menarik dong. Begitu kan pikiran kita? Itu lah hal yang salah. Ninja justru tidak berkelahi, tidak untuk berperang, justru menghindari perkelahihan. Kalau pun terpaksa hanya membela diri sejenak lalu berusaha melarikan diri, menghindari pertempuran," tambahnya.
Kini terbentuk citra yang salah mengenai ninja, seorang kesatria yang jago berperang di benak banyak orang.
Baca: BREAKING NEWS: Pengacara Jepang Carlos Ghosn Mengundurkan Diri
Baca: Pebulutangkis Jepang Kento Momota Cedera Berat Walau Tak Terlihat
"Kesalahan persepsi tersebut dimulai sejak Zaman Edo dulu (1603 – 1868), terutama setelah diberikan seragam warna hitam lalu dijadikan aktor dalam perfilman sehingga kelihatan keren."
Setelah ninja untuk konsumsi perfilman, atau pun muncul di teater-teater zaman dulu, dijadikan pahlawan, maka citra ninja berubah total hingga kini.
"Termasuk pula seragam ninja di film muncul warna hitam, lalu belakangan warna putih supaya di perfilman jelas ketahuan mana ninja baik (putih) mana ninja buruk (hitam). Bahkan ada lagi yang pakai warna pink. Itu kan semua hanya untuk konsumsi perfilman saja. Yang sebenarnya ninja itu tidak punya seragam, hanya baju petani biasa umumnya saja," jelas dia.
Untuk keperluan popularitas budaya Jepang dimunculkan ninja dengan baju seragam hitam umumnya biar tambah keren dan gagah.
Akibatnya banyak orang Jepang sendiri jadi tidak percaya, menganggap ninja hanya salah satu dari banyak karakter yang sengaja dimunculkan oleh dunia hiburan dan atau perfilman saja.
Tak percaya sebenarnya ada ninja.
"Jadi citra ninja yang sekarang dengan seragam hitam, ditutupi kepalanya, hanya mata saja kelihatan, itu semua sebenarnya hal yang sengaja dibuat-buat untuk konsumsi hiburan dan perfilman saja, lalu jadi berkelanjutan, seperti salah kaprah yang dilanjutkan hingga kini," kata dia.
Ninja selama ini yang ada di pikiran banyak orang adalah pahlawan dalam sebuah perang, dalam sebuah perkelahian, hebat bisa melayang dan sebagainya.
"Namun ninja asli tidak demikian. Intinya malah untuk preventif, menjaga keluarga dengan baik, petani yang biasa umumnya kita lihat, hidup biasa. Namun dengan keahlian bela dirinya kemudian dimanfaatkan oleh para bangsawan untuk menjadi mata-mata mereka," ujarnya.
Gabungan dari berbagai ilmu bela diri, akhirnya menimbulkan apa yang disebut bela diri Ninjutsu, bagian dasar dari ilmu seorang ninja.
Baca: Habiskan Rp 12 M dalam 3 Bulan, Model Seksi Ceraikan Suami Bangkrut: Aku Tak Tertarik Pria Miskin
Baca: Rumor Transfer, Persib Bandung Batal Rekrut Teja Paku Alam, Persija Jakarta Incar Keisuke Honda
Belum lagi kalau sudah diramu dengan keahlian yang lebih tinggi, bisa membuat obat atau bubuk, misalnya untuk membuat ledakan, asap, sehingga bisa mengalihkan perhatian musuh dan ninja bisa menghilang.
Itu semua buatan sendiri seiring dengan meningkatnya keahlian para ninja tersebut.
Bagi yang tertarik ninja dalam waktu dekat terbit buku Ninja Indonesia, kisah nyata mengenai Ninja di Jepang.
Silakan mengacu kepada www.ninjaindonesia.com yang akan diluncurkan setelah buku terbit.