TRIBUNNEWS.COM - Wabah virus corona atau Covid-19 masih menjadi momok di berbagai belahan dunia.
Di luar China, penyebaran terbesar tidak terjadi di sebuah negara.
Mewabahnya Covid-19 terbesar di luar China tercatat di kapal pesiar bernama Diamond Princess.
Lebih dari satu minggu, para penumpang Diamond Princess telah dikarantika.
Kapal pesiar itu pun bersandar di lepas pantai Jepang sejak 31 Januari 2020 lalu.
Sejumlah penumpang Diamond Princess terjangkit virus corona setelah seorang pria berusia 80 tahun terinfeksi Covid-19 dan melakukan perjalanan dengan kapal pesiar tersebut.
Kementerian Kesehatan Jepang mengumumkan ada 44 orang di atas kapal telah tertular virus tersebut.
Dikutip dari Daily Star, jumlah keseluruhan penumpang maupun kru awak kabin kapal yang terinfeksi setidaknya 218 orang.
Diketahui, kapal lain MS Westerdam milik Holland America Line (HAL) ditolak di lima pelabuhan Asia Timur dan Asia Tenggara.
Penolakan permintaan MS Westerdam itu lantaran muncul ketakutan tertular virus corona dari para penumpang kapal.
Lebih lanjut, Operator terbesar industri kapal pesiar baru-baru ini memberikan pengumuman.
Mereka mengumumkan tidak akan memberikan izin kepada penumpang yang telah berada di daratan China selama 14 hari terakhir untuk naik ke kapal mereka.
Sebelumnya, selama bertahun-tahun ada tuduhan yang dilontarkan kepada kapal pesiar yang dicap sebagai tempat kuman berkembang dan penyebaran penyakit.
Saat krisis virus corona meningkat, ketakutan atas tuduhan itu semakin tinggi.
Terkait hal tersebut, Ahli Penyakit Menular dari Universitas Nasional Australia, Profesor Sanjaya Senanayake buka suara.
Ia mengatakan ada peningkatan risiko penyebaran penyakit di kapal pesiar.
"Secara umum, anda bersama penumpang dan anggota kru dari berbagai belahan dunia berinteraksi secara dekat dan intens dalam waktu singkat," tutur Sanjaya.
"Mereka semua memiliki berbagai tingkat kekebalan dan sistem untuk menahan wabah," katanya.
Sanjaya lantas menuturkan, "Katakanlah jika seseorang bersin di atas meja, kemudian orang lain menyentuh meja itu dapat menyebabkan infeksi," terangnya
"Orang mungkin tidak berbicara satu sama lain, tetapi mereka berada di ruang yang sama, seperti kolam renang, spa, ruang makan, auditorium," jelasnya.
Di Kapal Mudah Tertular
Menurut Pakar Penyakit Influenza Universitas Hong Kong, Hui-ling Yen, penyebaran virus melalui kapal pesiar justru lebih mudah.
Apalagi, para penumpang ini sudah lama di dalam kapal bahkan jauh sebelum ada indikasi virus corona.
Dikutip dari Time, bepergian dengan transportasi air seperti ini, lebih beresiko tinggi dibanding dengan menggunakan pesawat atau kereta api.
"Jika di dalam pesawat ada seorang suspect, bisa jadi hanya satu orang yang tertular."
"Anda masih memiliki kesempatan menghindarinya karena ada durasi penerbangan."
"Sedangkan, di kapal pesiar satu orang bisa menginfeksi orang lain, lalu dia menginfeksi lainnya lagi seperti itu terus," jelasnya.
"Anda bisa mengalami penularan bertahap," tambahnya.
Beberapa hari ini terlihat peningkatan eksponensial pada proses karantina ini.
"Banyak literatur tentang virus mengatakan, rata-rata masa inkubasi adalah sekitar 5 hari," tutur Yen
"Jika karantina ini berfungsi, harusnya kita melihat penurunan," kata Yen.
Menurut Japan Times, 29 dari 44 orang yang terinfeksi virus corona berasal dari Jepang.
Sementara, 15 orang lainnya berasal dari negara-negara di luar Jepang.
Satu awak kapal diketahui terinfeksi juga.
Mayoritas korban yang baru dikonfirmasi ini adalah lansia.
Seperti diberitakan sebelumnya, karantina dimulai pada Rabu (5/2/2020), saat ada satu penumpang dari Hong Kong dinyatakan positif terpapar COVID-19.
Karantina ini berlangsung selama 14 hari, jadi akan berakhir pada Rabu (19/2/2020).
Sampai saat ini, penumpang di dalam kapal beraktivitas dengan segala keterbatasan yang ada.
Mereka hanya diberi ruang pada kabin-kabin kamarnya.
Aktivitas yang berarti hanyalah, saat kru kapal mengantarkan makanan tiga kali sehari.
Sejak akhir pekan ini, mereka mulai diizinkan keluar ke geladak terbuka.
Kendati demikian, mereka diberi waktu masing-masing maksimal sekitar satu jam untuk sekedar menghirup udara bebas.
Itu pun, mereka harus selalu menggunakan masker, dan berdiri dengan jarak sekitar 2 meter antara satu orang dengan lainnya.
(Tribunnews/Andari Wulan Nugrahani/Ika Nur Cahyani)