Terkait hal ini, Presiden Tayyip Erdogan mengancam akan menggunakan kekuatan militer untuk mengusir pasukan Suriah, kecuali mereka mundur pada akhir bulan.
Peneliti dari Chatham House mengatakan Erdogan sadar akan dendam yang kuat di Turki terhadap pengungsi Suriah.
"Itulah mengapa mereka membingkai kegiatan militernya di Idlib sebagai cara untuk mencegah lebih banyak pengungsi menyeberang," kata peneliti tersebut.
Lebih jauh, peneliti tersebut menjelaskan, biaya (politik) kemungkinan akan tinggi bagi Edorgan jika ia kehilangan banyak tentara di Suriah dan masih gagal menghentikan pengungsi menyeberang ke Turki.
"Tetapi dia mungkin bisa mendapatkan keuntungan dari krisis jika hasil intervensinya positif," tegasnya.
Bulan ini, sebanyak 16 personil militer Turki telah terbunuh oleh pasukan Suriah di Suriah barat laut dan beberapa pos pengamatan militer Turki.
Tidak Ada Kesepakatan tentang KTT
Presiden Turki mengatakan delegasi Rusia akan tiba di Ankara pada hari Rabu untuk membahas situasi di Idlib.
"Kami mencoba menentukan peta jalan kami dengan bernegosiasi dengan Rusia di tingkat tertinggi," katanya kepada wartawan, Selasa (24/2/2020).
Erdogan juga mengatakan ia mungkin akan bertemu dengan Vladimir Putin pada 5 Maret 2020.
Erdogan dan Putih akan bertemu pada pertemuan puncak yang diusulkan dengan Prancis dan Jerman tetapi bahwa "belum ada kesepakatan penuh antara [Presiden Prancis Emmanuel] Macron, [Kanselir Jerman Angela] Merkel dan Putin".
Baca: Soal Operasi di Idlib, Presiden Turki Erdogan Hitung Mundur dan Sampaikan Peringatan Terakhir
Baca: Sering Bela Kaum Tertindas, Mesut Ozil dan Erdogan Raih Penghargaan Kepribadian Muslim Terbaik 2019
Macron dan Merkel yang prihatin dengan situasi kemanusiaan, mendesak Putin untuk mengakhiri konflik.
Diketahui, peneliti dari Chatham House menambahkan, serangan Turki terhadap pasukan pemerintah Suriah masih memungkinkan, jika negosiasi politik antara Ankara dan Moskow terbukti tidak membuahkan hasil.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)