TRIBUNNEWS.COM - Iran bebaskan sekitar 85.000 narapidana, termasuk narapidana politik akibat virus corona, Reuters mengabarkan.
Juru bicara peradilan Iran, Gholamhossein Esmaili berkata:
"Sekitar 50 persen narapidana yang dibebaskan adalah narapidana terkait keamanan."
"Selain itu, di penjara, kami telah menerapkan langkah pencegahan untuk menekan penyebaran Covid-19."
Pada 10 Maret lalu, Javaid Rehman, Pelapor Khusus PBB di Iran mengatakan pihaknya telah meminta Teheran untuk membebaskan semua tahanan politik sementara dari penjara.
Baca: Anggota Majelis Ulama Iran Meninggal Lantaran Idap Virus Corona
Sebab, penjara telah sesak dan penuh penyakit.
Pembebasan tanahan diperlukan untuk membantu membendung penyebaran virus corona.
Jumlah kematian Iran akibat virus corona telah mencapai 853 kasus dengan total kasus terinfeksi 14.991 orang.
Iran menjadi salah satu wabah nasional terburuk di luar China, tempat virus itu bermula.
Esmaili tidak menjelaskan kapan mereka yang dibebaskan harus kembali ke penjara.
Diberitakan sebelumnya, 113 kematian akibat virus corona dilaporkan di Iran pada Senin (16/3/2020), menjadi catatan jumlah kematian tertinggi saat ini.
Dilansir Al Jazeera, jumlah tersebut merupakan lonjakan kematian tertinggi di Iran.
Sehingga per Senin kemarin, total pasien di Iran yang meninggal akibat corona adalah 724 jiwa.
Masifnya pertumbuhan pandemi corona di Iran membuat publik mempertanyakan transparansi pemerintah.
Hal ini merujuk pada kemampuan pengendalian dan tingkat epidemi sesungguhnya.
"Jika hal ini terus berlanjut, kapasitas tidak akan cukup," jelas pemimpin gerakan melawan wabah, Ali Reza Zali.
Baca: Cegah Corona, Begini Cara Erick Thohir dan Para Menteri Gelar Rapat
Baca: Cegah Corona, Menteri Tjahjo: sebagian ASN Boleh Bekerja di Rumah
Iran diyakini memiliki 110.000 tempat tidur rumah sakit di seluruh negeri.
Sebanyak 30.000 di antaranya dialokasikan ke Ibu Kota Teheran.
Beberapa waktu lalu, pemerintah Iran sudah berjanji akan mendirikan klinik keliling untuk mengakomodasi kebutuhan warga.
Sementara itu, Zali mengaku, sebenarnya kebanyakan korban meninggal akibat Covid-19 adalah orang yang sebelumnya sehat.
Pernyataan ini berlawanan dengan pengakuan pemerintah, wabah corona hanya akan beresiko tinggi pada lansia.
Namun, perkataan Zali ini diamini oleh data dari Kementerian Kesehatan Iran.
Terlihat jelas, sekitar 55 persen kematian didominasi usia 60an.
Sementara itu, 15 persen lainnya di rentang usia 40 tahunan.
Lonjakan Terjadi karena Wabah Tidak Menunjukkan Gejala
Bagi kebanyakan orang, virus hanya akan menyebabkan sakit ringan seperti flu, batuk, dan demam.
Lain halnya dengan orang-orang yang memiliki masalah kesehatan tertentu.
Faktor usia juga turut mempengaruhi hal ini.
Selain lebih mudah terpapar, orang-orang lansia dan memiliki riwayat sakit akan menderita lebih parah.
Dampak paling terasa adalah gangguan pernapasan atau pneumonia.
Baca: Update Virus Corona Timur Tengah: Khawatir Terjangkit, Qatar Larang Turis Mesir Masuk
Baca: UPDATE Virus Corona, Sabtu 15 Februari Pagi: 29 Negara Terwabah Setelah Mesir Konfirmasi Kasus
Jadi kebanyakan orang akan pulih dalam waktu beberapa minggu.
Di Iran, wabah ini sudah menjangkiti anggota pemerintahan.
Bahkan banyak di antaranya yang meninggal dunia.
Nyatanya, fakta ini tidak lantas membuat pemerintahan Iran mengambil langkah cepat.
Bahkan pada Minggu lalu, Presiden Iran Hassan Rouhani tidak mengindahkan karantina dan membiarkan perbatasan tetap terbuka.
Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Iran dan Mesir, Dalia Samhouri menilai dua negara ini tidak bisa melacak persebaran wabah karena penderita tidak mengalami gejala tertentu.
Diketahui, Mesir baru saja melaporkan 110 kasus dan dua kematian.
"Gampangnya kita bisa katakan, angka saat ini adalah perkiraan yang terlalu rendah dari angka sebenarnya," kata Dalia.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie/Ika Nur Cahyani)