Guterres juga menekankan cara aman pada perempuan untuk mencari dukungan tanpa perlu menceritakan kekerasan yang dia dapatkan.
Baca: Lakukan Tes Swab, Detri Warmanto Menantu Menpan RB Tjahjo Kumolo Telah Dinyatakan Negatif Corona
Baca: Meninggal Dunia, Ahli Seksologi Naek L Tobing Dinyatakan Positif Virus Corona
"Bersama-sama, kita dapat dan harus mencegah kekerasan di mana-mana, dari zona perang hingga rumah, saat kita berusaha untuk mengalahkan Covid-19," katanya.
"Saya mendesak semua pemerintah untuk membuat pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan sebagai bagian penting dari respons nasional mereka untuk Covid-19," tambahnya.
Sejumlah negara, termasuk Jerman, sudah memperingatkan bahwa pembatasan gerak berpotensi meningkatkan KDRT.
Pekan lalu, Guterres mengeluarkan permohonan serupa dan menganggap pandemi ini harusnya menjadi momen berakhirnya kekerasan di seluruh dunia.
"Kemarahan virus menggambarkan kebodohan perang," kata Guterres.
Baca: Pemerintah Italia Pertimbangkan Longgarkan Aturan Lockdown
Baca: Bantu Melawan Wabah Corona, JHL Group Donasikan Perlengkapan Medis ke RS dan Puskesmas
Menurut laporan VoA dari NPR, tingkat kekerasan dalam rumah tangga telah meningkat di Perancis dan Afrika Selatan.
Di Afrika Selatan, otoritas mengatakan ada hampir 90.000 laporan kekerasan terhadap perempuan di minggu pertama lockdown.
Sejak dimulainya pandemi, PBB melaporkan bahwa Lebanon dan Malaysia mengalami jumlah panggilan telepon bantuan berlipat ganda, dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu.
Sedangkan di China jumlah panggilan meningkat tiga kali lipat.
Menghadapi kenyataan ini, Malaysia meluncurkan kampanye kontroversial agar wanita tidak mengomeli suami mereka.
Namun kampanye ini tidak lama ditarik dari peredaran.
Sementara itu Australia malaporkan ada 75 persen peningkatan pencarian online dengan kata kunci bantuan kekerasan rumah tangga.
Nahasnya di Turki, pembunuhan wanita meningkat tajam setelah perintah karantina di rumah sejak 11 Maret silam.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)