News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Peneliti Inggris Sebut Wabah Corona Mulai Muncul di China Sejak September 2019

Penulis: Inza Maliana
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Orang-orang yang mengenakan pakaian pelindung dan masker tiba di Stasiun Kereta Api Hankou di Wuhan, untuk naik salah satu kereta api pertama yang meninggalkan kota di provinsi Hubei tengah China awal 8 April 2020. Pihak berwenang Cina mencabut larangan lebih dari dua bulan pada perjalanan keluar dari kota di mana pandemi global pertama kali muncul.

TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Para peneliti di Inggris memperkirakan wabah virus corona (Covid-19)  pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China Tengah pada awal September 2019.

Tim peneliti yang dipimpin oleh University of Cambridge itu mengatakan wabah corona mungkin pertama kali ditemukan lebih jauh ke selatan dari pusat Kota Wuhan.

Para peneliti menyelidiki asal virus dengan menganalisis sejumlah sample dari seluruh dunia dan menghitung wabah awal yang terjadi antara 13 September dan 7 Desember.

"Virus ini mungkin telah bermutasi menjadi bentuk aslinya menjadi 'manusia baru' berbulan-bulan yang lalu."

"Tetapi tetap berada di dalam tubuh kelelawar atau hewan lain atau bahkan manusia selama beberapa bulan tanpa menulari orang lain," kata ahli genetika Universitas Cambridge, Peter Forster, Kamis (16/4/2020), mengutip dari SCMP.

Satu botol obat Remdesivir terletak saat konferensi pers tentang dimulainya penelitian obat Ebola Remdesivir pada pasien yang sakit parah di Rumah Sakit Universitas Eppendorf (UKE) di Hamburg, Jerman utara pada 8 April 2020 (Ulrich Perrey / POOL / AFP)

"Kemudian, ia mulai menginfeksi dan menyebar ke manusia antara 13 September dan 7 Desember, dengan menghasilkan jaringan yang kami tulis dalam jurnal Prosiding National Academy of Sciences (PNAS)," tambahnya.

Tim peneliti menganalisis sample menggunakan jaringan filogenetik.

Yakni sebuah algoritma matematika yang dapat memetakan pergerakan global organisme melalui mutasi gen mereka.

Hingga kini, tim peneliti masih berusaha untuk menentukan lokasi 'pasien nol'.

Mereka berharap mendapat bantuan dari para peneliti di China.

Sebab, beberapa tanda kasus awal merujuk pada daerah di selatan Wuhan, tempat infeksi virus corona pertama kali dilaporkan pada bulan Desember.

Seorang ahli biologi dari Eylau Unilabs Analysis Laboratories menunjukkan sampel untuk mendeteksi virus di drive penyaringan COVID-19 dekat Champs de Mars di Paris. Senin (6 April 2020). Pada 21 hari dari penguncian ketat (lockdown) di Prancis untuk menghentikan penyebaran COVID-19, yang disebabkan oleh coronavirus novel (SARS COV-2). (AFP/Ludovic MARIN) (AFP/LUDOVIC MARIN)

"Apa yang kami rekonstruksi dalam jaringan adalah penyebaran signifikan pertama di antara manusia," kata Forster.

Forster meneliti studi barunya dibantu oleh rekan-rekan dari beberapa lembaga termasuk Institute of Forensic Genetics di Munster, Jerman.

Mereka memperluas basis data untuk menyertakan 1.001 sekuens genom penuh berkualitas tinggi yang dirilis oleh para peneliti di seluruh dunia.

Menurutnya, semakin banyak sample yang dianalisis, maka akan semakin 'tepat' mereka dapat melacak asal mula penyebaran virus global.

Baca: Peneliti Shanghai dan New York: Virus Covid-19 Menyerang Sistem Kekebalan Tubuh Seperti HIV

Asal virus corona sempat jadi alat politik

Asal virus corona telah menjadi masalah yang sensitif di dalam dunia perpolitikan.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump berulang kali menyebut virus corona atau Covid-19 adalah "virus China".

Sementara Beijing menggaungkan konspirasi, virus itu dibuat dan diperkenalkan ke China oleh tentara Amerika.

Beberapa kabar menyebut virus corona berasal dari laboratorium keamanan hayati di Wuhan.

Namun teori asal 'laboratorium hayati' itu dibantah oleh para peneliti top dunia.

Pasalnya, semua bukti ilmiah yang ada di virus corona, menunjukkan keaslian yang alami.

Seorang paramedis Laboratorium memegang sampel virus di laboratorium Hengyang, Provinsi Henan, China, Rabu (19/02/2020). Data terakhir tercatat korban tewas akibat epidemi virus coronavirus COVID-19 melonjak menjadi 2.112 dan pada Kamis (20/02/2020) ada 108 orang lagi meninggal di Provinsi Hubei, Kota pusat penyebaran yang paling parah dari wabah Corona tersebut. (STR/AFP)/China OUT (AFP/STR)

Baca: Peneliti AS: Untuk Kendalikan Penularan Covid-19, Lockdown Harus Dilakukan Minimal 6 Minggu

Studi Cambridge yang sedang berlangsung dapat menjelaskan lebih lanjut tentang persoalan tersebut.

"Jika saya dipaksa menjawab, saya akan mengatakan penyebaran asli di mulai lebih mungkin di China selatan daripada di Wuhan," kata Forster.

"Tetapi bukti yang tepat hanya bisa di dapat dari menganalisis lebih banyak kelelawar atau kemungkinan hewan inang potensial lainnya."

"Termasuk juga menganalisis sampel jaringan yang diawetkan di rumah sakit Tiongkok yang disimpan antara September dan Desember," sambungnya.

Terakhir, Forster mengaku proyek penelitian yang sedang ia kerjakan akan membantu untuk memahami bagaimana transmisi virus corona terjadi.

Dapat juga membantu generasi sekarang untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

(Tribunnews.com/Maliana)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini