Mereka mengaku diperlakukan dengan buruk, seperti bekerja hingga 18 sampai 30 jam.
ABK di kapal China ini punya waktu istirahat yang minim, dengan bayaran yang tidak sesuai dengan kontrak.
Baca: ABK Indonesia Ungkap Perlakuan Miris Kerja di Kapal China, Kerja 30 Jam, Banyak yang Mengeluh Lumpuh
Baca: Viral Jenazah WNI ABK Kapal China Dilempar ke Laut, Begini Aturannya Menurut ILO
Baca: Penjelasan Lengkap Kemenhub Soal Pelarungan Jenazah ABK Indonesia oleh Kapal China
Menurut pengakuan dua WNI yang dirahasiakan identitasnya, seorang rekan mereka meninggal karena sakit saat kapal sedang berlayar.
Jasadnya dilempar di tengah laut dengan upacara seadanya.
Padahal dalam surat pernyataan, kapal harus merapat ke pelabuhan untuk menyerahkan jasad awak mereka yang meninggal dalam kondisi utuh atau dikremasi.
Keterangan Kemenlu
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menyampaikan, pemerintah Indonesia, baik melalui perwakilan Indonesia di Selandia Baru, RRT dan Korea Selatan maupun di Pusat, memberi perhatian​ serius atas permasalahan yang dihadapi ABK di kapal ikan berbendera RRT Long Xin 605 dan Tian Yu 8.
Dikutip dari laman resmi kemlu.go.id, kedua kapal yang sempat berlabuh di Busan, Korea Selatan tersebut, membawa 46 awak kapal WNI dan 15 diantaranya berasal dari Kapal Long Xin 629.
Pihak KBRI di Seoul, Korea Selatan, telah berkoordinasi dengan otoritas setempat, dengan memulangkan 11 awak kapal pada 24 April 2020.
Sementara itu, 14 awak kapal lainnya akan dipulangkan pada 8 Mei 2020.
Baca: ABK asal Indonesia Jasadnya Dilarung ke Laut, Menteri KKP: Kami Akan Lapor RFMO
Baca: Jenazah Dibuang ke Laut, Kapten Kapal China Klarifikasi, ABK Indonesia Ungkap Deret Perlakuan Miris
KBRI Seoul juga sedang mengupayakan pemulangan jenazah awak kapal berinisial E yang meninggal di Rumah Sakit Busan karena pneumonia.
Kemudian, 20 awak kapal lainnya melanjutkan bekerja di kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8.
Pada Desember 2019 dan Maret 2020, di kapal Long Xin 629 dan Long Xin 604, terjadi kematian 3 awak kapal WNI saat kapal sedang berlayar di Samudera Pasifik.
Kapten kapal menjelaskan, keputusan melarung jenazah karena kematian disebabkan penyakit menular.