Laporan wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia perlu memberi perlindungan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi Anak Buah Kapal (ABK) di Kapal berbendera China.
Demikian disampaikan Pakar Hukum Internasional Profesor Hikmahanto Juwana, menanggapi peristiwa yang dihadapi ABK WNI di kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8 yang berlabuh di Busan, Korea Selatan (Korsel).
Baca: BPIP Kecam Aksi Perbudakan WNI ABK Long Xin
"Pertama dan terpenting adalah memberi perlindungan terhadap para ABK yang berada di Kapal berbendera China," ujar Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) ini kepada Tribunnews.com, Kamis (7/5/2020)
Pada kapal yang saat ini bersandar di pelabuhan Buzan, Korea Selatan, sejumlah ABK asal Indonesia mengeluhkan kondisi kerja mereka selama bekerja di Kapal.
Bahkan ada kabar, tiga ABK asal Indonesia yang bekerja di Kapal Nelayan berbendera China itu meninggal dan dihanyutkan ke laut di area New Zealand.
"Mengingat saat ini kapal berada di Korea Selatan maka Perwakilan Indonesia di Korsel yang memiliki tugas ini," jelas Hikmahanto Juwana.
Kedua, Hikmahanto Juwana melanjutan, perwakilan Indonesia di Korea Selatan perlu meminta Kepolisian Korea Selatan untuk melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran pidana atau hak asasi manusia berupa perbudakan.
"Kepolisian yang berwenang adalah kepolisian Korsel meski kapal tersebut berbedera China. Hal ini karena kapal tersebut berada di wilayah kedaulatan negara Korsel," papar Hikmahanto Juwana.
Ketiga, kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) ini, meninta agar pemerintah China membantu otoritas Korsel dan Indonesia melalui kerjasana interpol untuk mengungkap dugaan kejahatan atau pelanggaran HAM berupa perbudakan.
"Perlu dipahami pemerintah China tidak dapat dimintai pertanggung jawaban hukum mengingat kapal bulanlah milik pemerintah China. Kemungkinan kapal milik WN China yang didaftarkan di China," jelasnya.
Terakhir perlu dilakukan adalah kerjasama interpol antara Korsel, Indonesia dan China untuk mengnvestigasi penghanyutan jasad WNI.
Investigasi ini, tegas dia, penting untuk mengetahui apakah penghanyutan dilakukan dalam koridor yang sah menurut hukum atau tidak.
Baca: LPSK akan Proaktif dalam Kasus Dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang WNI ABK Long Xin
"Memang sepintas terlihat dalam video jasad dihanyutkan tetapi sebelum hal tersebut dilakukan ada ritual untuk mendoakan jasad," katanya.
"Mendoakan jasad bisa diartikan tidak ada kesemena-menaan untuk melakukan penghanyutan jenazah oleh ABK kapal nelayan berbendera China tersebut," tegasnya.
Menlu Ceritakan Kronologinya
Pemerintah Indonesia memberi perhatian serius atas masalah yang dihadapi anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) di kapal berbendera China, Long Xin 605 dan Tian Yu 8 yang berlabuh di Busan, Korea Selatan (Korsel)
Menteri luar negeri Retno Marsudi menceritakan kronologis terkait para ABK WNI tersebut dalam konferensi pers, Kamis (7/5/2020).
Baca: Menlu Hubungi Dubes Tiongkok Minta Perusahaan Kapal Penuhi Hak ABK WNI Long Xin 629
KBRI di Seoul telah menerima informasi mengenai adanya kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8 berbendera China yang akan berlabuh di Busan membawa AbK WNI dan informasi mengenai adanya WNI yang meninggal dunia di kapal tersebut sejak 14 April 2020.
Dari dua kapal tersebut, terdapat 46 awak kapal Indonesia yang berasal dari 4 kapal.
Yaitu 15 orang pekerja dari kapal Long Xin 629, 8 orang pekerja berasal di kapal Long Xin 605, 3 orang pekerja dari kapal Tian Yu 8, dan 20 orang bekerja di kapal Long Xin 606.
“Jadi itu adalah informasi yang diterima oleh KBRI Seoul pada kisaran tanggal 14 sampai 16 April 2020,” ujar Menlu
Kedua kapal tersebut memang sempat tertahan karena terdapat 35 ABK WNI yang tidak terdaftar di dua kapal tersebut.
Yaitu 15 WNI yang terdaftar di Kapal Long Xin 629 dan 20 AbK yang terdaftar di kapal Long Xin 606.
“Jadi yang 35 itu terdaftar di Long Xin 629 dan Long Xin 606, tetapi keduanya itu diangkut oleh dua kapal lainnya yaitu Long Xin 605 dan Tian Yu 8,” ujar Retno Marsudi menjelaskan.
“Jadi artinya 35 AbK WNI tersebut tidak terdaftar di Kapal longsing 605 dan Tian yu 8, mereka dianggap tidak sebagai ABK oleh otoritas pelabuhan di Busan namun dihitung sebagai penumpang,” lanjutnya.
Berdasarkan informasi yang diterima Kementerin Luar Negeri, delapan ABK yang terdaftar di kapal Long Xin 605 dan tiga ABK di kapal Tianyu 8 saat ini telah dipulangkan ke Indonesia pada tanggal 24 April.
Adapun 15 ABK yang terdaftar di kapal Long Xin 629 dapat diturunkan dari kapal atas dasar kemanusiaan dan saat ini sedang di karantina di salah satu hotel di Busan selama 14 Hari.
Selain itu, dari 20 ABK WNI yang terdaftar di kapal Long Xin 606, 18 di antaranya telah kembali ke Indonesia pada tanggal 3 Mei 2020.
Dua orang yang lain sedang proses di imigrasi Korea Selatan untuk dipulangkan ke Indonesia.
Terdapat seorang ABK WNI yang terdaftar di kapal Long Xin 629 berinisial EP yang meninggal dunia setelah mendapat perawatan di Rumah Sakit Busan.
Almarhum EP merupakan 1 dari 15 ABK WNI yang di perbolehkan turun oleh otoritas Busan.
Menlu mengatakan EP meninggal karena sakit pneumonia.
Hal tersebut berdasarkan keterangan dari pihak rumah sakit yang merawat EP di Busan.
Baca: Usai Bunuh dan Mutilasi Kekasihnya, Pria di Medan Ini Diduga Tinggalkan Surat Cinta
:Terkait penanganan awak kapal yang saat ini masih ada di Busan, langkah-langkah yang akan dilakukan adalah memfasilitas kepulangan 14 awak kapal dan kepulangan ini direncanakan akan dilakukan pada 8 Mei 2020 yang berarti besok,” ujar Menlu
“Selain itu KBRI Seoul juga berkoordinasi untuk memfasilitasi kepulangan dengan almarhum EP. yang direncanakan juga akan dipulangkan besok pada tanggal 8 Mei 2020,” lanjutnya.