TRIBUNNEWS.COM - Pengepungan ketat Israel terhadap Jalur Gaza yang terkepung, menyebabkan sebagian orang terpaksa menanam tanaman di tempat mana pun yang dapat mereka temukan.
Satu di antara pengungsi yang terpaksa menanam tanaman demi bertahan hidup yakni Salah Muhaisen.
Ia mengungsi dari lingkungan Az-Zawayda di Kota Gaza, yang melakukan hal itu karena naiknya harga pangan.
Namun, menanam sayur-sayuran bukanlah hal yang mudah.
Muhaisen menjelaskan, ruang antar tenda terbatas karena hampir seluruh penduduk Gaza telah mengungsi secara paksa.
Selain itu, kualitas tanahnya buruk dan air di area tersebut asin, sehingga menciptakan lingkungan yang tidak ramah bagi bibit tanaman.
“Kami mencoba menanam tanaman apa saja untuk menyediakan makan siang, yang menjadi beban bagi kami dalam situasi sulit,” ungkapnya kepada MEMO, Rabu (25/12/2024).
Pengungsi di Gaza lainnya, Haji Kamel Skeik, juga memanfaatkan lahan sempit di antara tenda-tenda untuk menanam sayuran seperti lobak Swiss, kacang-kacangan, peterseli, dan selada air.
Lahan yang ia gunakan dulunya merupakan area bermain untuk anak-anak di Gaza, namun genosida tidak menyisakan lahan seperti itu.
Pengepungan Israel di Gaza dan pengurangan jumlah truk makanan yang diizinkan masuk ke Jalur Gaza telah menyebabkan harga satu kilogram tomat kini 30 hingga 60 kali lebih mahal daripada sebelum Oktober 2023.
Sementara, harga bawang 20 kali lebih mahal daripada 15 bulan lalu.
Baca juga: Kepala UNRWA Ungkap 1 Anak di Gaza Terbunuh Setiap Jam: Ini Bukan Angka, Ini Nyawa yang Hilang
Lahan yang kini ditanami di kamp-kamp pengungsian sangat sempit, sehingga tidak banyak menyediakan kebutuhan bagi penduduk yang kini menderita kelaparan.
Namun, bagi sebagian keluarga, lahan tersebut menyediakan jalur kehidupan.
Hingga pengepungan dicabut, pertanian tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan 2,3 juta penduduk Gaza.