Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Jepang ternyata memiliki satu lagi obat yang hebat Ivermectin, ciptaan dari penerima hadiah nobel fisiologi dan kedokteran tahun 2015, Profesor Satoshi Omura yang juga profesor kehormatan Universitas Kitasato Jepang.
Tribunnews.com mewawancarai orang kepercayaannya, Hanaki Hideaki, PhD (61), Direktur Pusat Penelitian Pengawasan Infeksi, Organisasi Penelitian untuk Sains Pengawasan Infeksi, Kitasato Institute for Life Sciences, Universitas Kitasato hari Kamis ini (7/5/2020).
T: Apakah beda obat Ivermectin dan Stromectol?
J: Keduanya sama dan perbedaan hanya antara nama generik dan nama produk.
T: Bagaimana sejarahnya?
J: Ivermectin telah digunakan sebagai obat hewan sejak tahun 1985. Kemudian pada tahun 1987 bahwa Ivermectin digunakan pada manusia setelah diperoleh dengan mengoksidasi Avermectin.
Indikasi Ivermectin di Jepang adalah nematoda dan kudis usus, tetapi di Afrika ada onchocerciasis dan limfatik filaria (elephantiasis). Obat tersebut juga disetujui oleh FDA.
Red.: Onchocerciasis juga dikenal sebagai kebutaan sungai, adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dengan cacing parasit Onchocerca volvulus. Gejalanya meliputi gatal parah, benjolan di bawah kulit, dan kebutaan. Ini adalah penyebab kebutaan kedua yang paling umum akibat infeksi, setelah trachoma.
T: Bagaimana sikap pemerintah Jepang terhadap obat tersebut saat ini?
J: Pemerintah telah mengatakan bahwa "Saya akan melakukan yang terbaik untuk mendukung Anda".
T: Bagaimana hasil ilmiah dari Universitas Utah Amerika?
J: Dari tesis Universitas Utah Tingkat kematian (%) adalah, apabila dengan obat tersebut hanya 1,4% dan tanpa obat tersebut 8,5%. Sedangkan bagi pasien yang menggunakan ventilator, berat, dengan obat itu tingkat kematiannya 7,3% dan tanpa obat tersebut tingkat kematiannya 21,3%.
T: Bagaimana dengan dampak negatif atau Efek Samping obat tersebut?