Sri Lanka memiliki 869 kasus infeksi Corona dan 9 korban jiwa.
Empat dari sembilan yang meninggal karena penyakit itu adalah Muslim.
Mereka semua dikremasi, langkah yang bertentangan dengan tradisi Islam untuk menguburkan seorang jenazah.
Negara pulau Asia yang mayoritas beragama Budha itu semula menyetujui prosedur pemulasaran dengan cara dikubur.
Namun pemerintah mengamandemen pedoman tersebut pada 11 April lalu, sehingga mewajibkan kremasi bagi semua korban Covid-19.
Masih dikutip dari Al Jazeera, ini adalah langkah yang menurut umat Muslim telah merampas hak dasar dalam beragama mereka.
Baca: Gugus Tugas Diminta Kendalikan Kasus Covid-19 di Pulau Jawa Dalam 2 Minggu ke Depan
Baca: Jokowi Minta Gugus Tugas Kendalikan Kasus Covid-19 Di Pulau Jawa Dalam 2 Minggu Ke Depan
"Keluarga sedang berduka. Tidak hanya mereka kehilangan dia, tetapi mereka juga telah dirampas hak pemakaman religius dasar. Mereka juga diperlakukan dengan sangat buruk oleh pihak berwenang," kata mantan anggota parlemen dari Kongres Muslim Sri Lanka (SLMC), Ali Zahir Moulana.
"Kami mendesak pihak berwenang untuk mengambil semua tindakan pencegahan yang relevan dengan cara yang tidak membuat manusia menjadi tidak manusiawi," tambahnya.
Badan Ulama tertinggi negara pulau itu juga mendesak pemerintah untuk mengizinkan penguburan.
"Kami ingin menegaskan kembali bahwa komunitas Muslim berpegang pada masalah ini selalu bahwa seorang Muslim yang meninggal karena Covid-19 harus memiliki pilihan untuk dimakamkan, sesuai dengan pedoman WHO dan seperti yang diterapkan di lebih dari 180 negara."
"Sebab itu adalah bagian integral dari iman kami dan kewajiban agama masyarakat terhadap almarhum," kata All Ceylon Jamiyyathul Ulama dalam sebuah pernyataan.
Aktivis dan tokoh Muslim terkemuka merasa prihatin melihat larangan penguburan tersebut.
Mereka menganggap ini bagian dari retorika anti-Muslim yang terjadi di tengah pandemi.
Sementara itu, penasihat Presiden Gotabaya Rajapaksa, Ali Sabry, mengatakan perintah kremasi memang tidak mengindahkan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).