TRIBUNNEWS.COM - Belly Mujinga (47), penjaga tiket kereta api di Stasiun Victoria, London meninggal dunia dengan Covid-19.
Sebelumnya, Mujinga diludahi pria yang mengaku menderita penyakit tersebut pada Maret 2020.
Terkait hal ini, pihak keluarga Mujinga berbicara kepada Sky News, setelah kematiannya memicu perdebatan baru tentang keselamatan pekerja kunci.
Selain itu, alat pelindung diri (PPE) dan perlindungan karyawan dengan masalah kesehatan yang mendasarinya juga menjadi pertanyaan.
Secara terpisah, sepupu Mujinga, Agnes Ntumba angkat bicara.
"Ia pergi dan bertemu dengan pria yang berkata 'mengapa kamu di sini?'," kata Ntumba.
"Ia menjawab, kami bekerja," terang Ntumba.
"Lalu pria itu berkata, 'aku memiliki Covid', dan langsung meludahi Mujinga," terang Ntumba.
Baca: Petugas Karcis Stasiun London Meninggal setelah Diludahi Pria yang Mengaku Positif Covid-19
Baca: Anak Gadis Iis Dahlia Ngaku Pernah Mabuk di London, Yuni Shara Melongo Kaget: Sampe Segitunya?
Lebih lanjut, menurut keluarga, Mujinga dan rekannya pernah mengatakan, khawatir dengan keselamatannya, dan minta untuk tidak ditugaskan kembali.
Dan sebaliknya, Mujinga dan rekannya bekerja di dalam kantor tiket.
Tetapi, Mujinga dan rekannya diberitahu, ada orang yang diperlukan untuk bekerja di luar dan dikirim kembali selama sisan shift mereka.
Meski Mujinga dan rekannya mengatakan, mereka minta atasannya untuk memanggil polisi.
Pihak British Transport Police (BTP) mengatakan kepada Sky News, mereka tidak dapat menemukan catatan tentang hal tersebut.
Namun, pihak BTP mengatakan, mereka tengah menyelidiki lebih lanjut.
Jatuh Sakit
Lebih jauh, beberapa hari setelah Mujinga dan rekannya diludahi, mereka jatuh sakit.
Secara terpisah, suami Mujinga, Lusamba Gode Katalay angkat bicara.
"Mereka tidak diberi masker, atau sarung tangan, jadi mereka terpapar dengan semua orang," katanya.
"Atasannya, perusahaan dan negara harus melihatnya," tegasnya.
Lebih lanjut, sangat sedikit orang yang memakai masker atau sarung tangan pada saat kejadian.
Sebagai catatan, kejadian ini terjadi satu hari sebelum lockdown virus corona dimulai.
Baca: Ada Kluster Baru Virus Corona di Jilin China: Perbatasan Ditutup, Transportasi Diputus
Baca: Jika Wabah Virus Corona Berakhir, Karenina Sunny Ingin Diving
Terakhir Bertemu pada 2 April 2020
Lebih lanjut, Kataly mengatakan, ia dan putrinya bertemu Mujinga pada 2 April 2020.
"Saya dan Inggrid, bertemu Mujinga pada 2 April 2020, ketika dia pergi ke rumah sakit," terang Katalay.
"Kita tidak bisa bertemu dengannya lagi. Dia sudah meninggal dan menguburnya tanpa bisa melihatnya," katanya.
Sebagaimana diketahui, Mujinga meninggal di Rumah Sakit Barnet pada 5 April 2020.
Dua pekan setelah Mujinga dan rekannya diludahi pria yang mengaku memiliki virus corona.
Sepupu Mujinga dengan tegas mengatakan, keadilan harus ditegakkan.
"Keadilan harus ditegakkan," kata Ntumba.
"Suaminya di sini, putrinya di sini. Kita bisa kehilangan mereka semua. Kita perlu keadilan, jika orang itu tertangkap, dia perlu dihukum berat," tegas Ntumba.
Mujinga Memiliki Masalah Pernapasan
Lebih jauh, kematian Mujinga menimbulkan sejumlah pertanyaan bagi orangyang diminta untuk kembali bekerja.
Pasalnya, Mujinga diketahui memiliki masalah pernapasan yang mendasarinya.
Bahkan sebelum Mujinga tertular virus tersebut, dia konsultasi rutin di rumah sakit, karena sulit bernapas.
Haruskah Mujinga bekerja?
Secara terpisah, pada saat kejadian, WHO merilis panduan yang mengatakan, orang dengan penyakit pernapasan berada dalam kelompok beresiko.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)