Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) membenarkan kabar terkait penjatuhan sanksi terhadap perusahaan telekomunikasi raksasa asal China, Huawei.
Pemerintah AS menuding peralatan 5G Huawei yang dijual di seluruh dunia, dapat digunakan oleh China untuk memata-matai siapapun.
Menanggapi tudingan itu, pemerintah China dan raksasa teknologi itu pun langsung membantah.
Dikutip dari laman Sputnik News, Senin (18/5/2020), strategi Gedung Putih untuk melumpuhkan posisi Huawei di pasar global, rupanya membuahkan hasil yang tak terduga.
Mengutip laporan keuangan perusahaan untuk periode 2019 lalu, langkah AS ini bahkan menempatkan pembuat ponsel pintar asal China lainnya, Xiaomi berada di posisi teratas di pasar ponsel pintar.
Baca: Anies Baswedan: Masjid Harus Lakukan Transformasi Dakwah Melalui Infrastruktur Digital
Perlu diketahui, sanksi ini kali pertama diterapkan kepada Huawei pada tahun 2019, dengan melakukan pelarangan agar perusahaan tersebut tidak menggunakan aplikasi store dan aplikasi Google pada model ponsel barunya.
Hal ini menyebabkan penurunan penjualan ponsel pintar tersebut secara global.
Tidak tinggal diam, perusahaan yang berbasis di Shenzhen, China itu kemudian mengumumkan rencana mereka untuk mengganti aplikasi Google.
Namun saat ini mereka masih belum memiliki alternatif yang sebanding dengan aplikasi itu dan memperingatkan bahwa 2020 kemungkinan akan menjadi tahun yang sulit bagi perusahaan.
Baca: Viral Video Pelarungan Jenazah ABK WNI di Perairan Somalia, Ini Respons Kemlu
Huawei memang tengah bersiap untuk mempertahankan posisinya di pasar domestik yang kini sangat menguntungkan bagi perusahaan seperti Xiaomi.
Xiaomi, bagaimanapun juga telah mengambil keuntungan dari kesengsaraan pesaingnya itu dan secara drastis meningkatkan ekspornya.
Saat ini ekspor perusahaan tersebut telah mencapai hingga setengah dari total penjualannya.
Menurut Forbes, Xiaomi tampaknya telah mengambil peran Huawei sebagai pemasok smartphone papan atas yang lebih murah.
Baca: Prakiraan Cuaca BMKG di Kota Besar Indonesia Senin, 18 Mei 2020: 3 Wilayah Berpotensi Hujan Petir
Bahkan memperoleh lebih banyak pangsa pasar pada 2019, dibandingkan apa yang diraih Huawei pada tahun yang sama.
Hal tersebut diakui manajemen Xiaomi dalan laporan keuangan tahunannya bahwa perusahaan mengalami pencapaian tertinggi secara tahunan jika dibandingkan empat perusahaan telekomunikasi lainnya di China.
"Xiaomi telah mencapai pertumbuhan pengiriman smartphone secara year on year (yoy) tertinggi di antara lima perusahaan smartphone teratas (termasuk Huawei)," kata manajemen Xiaomi.
Laporan itu memperlihatkan data terkait pendapatan keseluruhan Xiaomi tumbuh sebesar 30 persen pada 2019.
Angka ini menunjukkan bahwa perusahaan menyaksikan pertumbuhan sebesar 115 persen pada kuartal terakhir tahun tersebut di pasar Eropa.
Baca: Benjamin Netanyahu Ingin Tegakkan Kedaulatan Israel di Tepi Barat
Pertumbuhan tahunannya bahkan mencapai angka yang mengejutkan di beberapa negara Uni Eropa (UE), naik menjadi 206 persen di Italia, 69 persen di Prancis dan 65 persen di Spanyol.
Di pasaran Asia pun Xiaomi bernasib sama baiknya, menjadikan pangsa pasarnya di salah satu arena terbesarnya, India, hingga mencapai 30 persen pada tahun lalu.
Kampanye 'penghapusan' AS terhadap Huawei yang tampaknya membawa Xiaomi ke level terbarunya ini sebenarnya dimulai pada 2019 lalu.
Saat itu Gedung Putih mengumumkan larangan penjualan teknologi Amerika ke raksasa teknologi yang berbasis di Shenzhen itu, termasuk perangkat lunak dan chip.
Baca: Lukisan Ayah dan Kakek Kim Jong Un di Alun-alun Utama Kota Pyongyang Diturunkan
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump juga mulai menekan negara-negara asing untuk tidak membeli peralatan 5G Huawei, namun tidak semua negara mengikuti keinginannya.
AS mengklaim bahwa Huawei memiliki alat yang memungkinkan China memata-matai penggunanya.
Meskipun pemerintah China dan raksasa teknologi itu secara tegas menyangkal klaim tersebut.
Huawei mengajukan gugatan terhadap AS yang dianggapnya tengah melakukan upaya untuk 'mematikan' pesaing kuatnya.
Sementara China, dilaporkan tengah mempertimbangkan larangan penggunaan perangkat lunak AS di lembaga pemerintahannya, yang menjadi pasar utama bagi industri IT Amerika.