TRIBUNNEWS.COM - Idul Fitri di negara bagian Michigan, Amerika Serikat terasa sangat berbeda.
Seorang dokter sekaligus ketua Dewan Komunitas Muslim Michigan, Mahmoud Al-Hadidi menilai tidak adanya salat jamaah, makan bersama, karnaval, silaturahim, bahkan pertemuan keluarga membuat semuanya terasa asing.
"Biasanya kami mengadakan pesta besar di rumah saya dengan 400 hingga 500 orang," kata Al-Hadidi, dikutip dari Al Jazeera.
"Aku tidak akan melakukan itu tahun ini."
"Aku akan bersama keluarga dekatku, dan kita tinggal di rumah," tambahnya.
Namun, pembatasan sosial yang akan berlangsung hingga 28 Mei mendatang tidak mengurangi semangat komunitas muslim di sini.
Baca: Menetap di AS, Uli Auliani Pamerkan Video Mengenakan Hijab dan Ungkap Makna Idul Fitri
Baca: AS Tambah Daftar Blacklist Perusahaan China yang Diduga Terlibat Penindasan Minoritas Uighur
Michigan adalah rumah bagi komunitas muslim terbesar di Amerika Serikat.
Mereka mengaku sudah menemukan cara inovatif untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri selama tiga hari ini.
"Kami bertekad untuk merayakan dan bahagia terlepas dari semua keadaan, kami akan beradaptasi," ujar Al-Hadidi.
Pada Minggu (24/5/2020), ada khotbah Idul Fitri yang disiarkan secara langsung melalui televisi lokal sekaligus via media sosial.
Setelah itu, mobil-mobil akan berbaris di luar masjid untuk menikmati musik dan menerima tas untuk anak-anak.
Sejatinya komunitas muslim di Michigan punya tradisi Idul Fitri sama seperti muslim lain di dunia, yaitu saling bersilaturahim ke kerabat dan rekan.
Lebih lanjut, mereka biasanya menghadiri pertemuan akbar dimana banyak orang akan makan bersama dan saling bersosialisasi.
"Biasanya kami pergi ke masjid untuk salat dan sarapan, dan pada malam hari kami pergi makan malam," kata salah seorang dari komunitas, Lama Samman Nasry.
Namun kali ini dia mengaku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
Michigan menjadi satu di anatara negara yang paling berdampak akibat pandemi Covid-19, ada lebih dari 53.000 kasus infeksi dan lebih dari 5.000 kematian.
Menurut perhitungan Universitas John Hopkins, negara bagian ini memiliki angka kematian tertinggi ke-empat se-Amerika Serikat.
Pemerintah sempat memberlakukan perintah tinggal di rumah yang terbilang sangat ketat.
Sehingga mendorong sejumlah kelompok masyarakat berunjuk rasa di ibukota negara.
Pada Kamis lalu, Gubernur Michigan, Gretchen Whitmer mengumumkan langkah-langkah untuk membuka perekonomian kembali sekaligus pertemuan sosial.
"Kami telah mengambil langkah-langkah penting ke depan untuk melibatkan kembali perekonomian kami dengan aman dan bertanggung jawab selama beberapa minggu terakhir."
"Sekarang kami akan mengambil beberapa waktu untuk memastikan bahwa langkah-langkah baru ini berhasil," kata Whitmer dalam jumpa pers, Kamis lalu.
Sehari setelahnya Presiden AS, Donald Trump mengatakan bahwa dia menganggap rumah ibadah itu penting.
Sehingga dia mendorong para gubernur di seluruh negeri agar membuka kembali tempat ibadah pada akhir pekan ini.
"Ini adalah tempat-tempat yang menyatukan masyarakat kita dan menyatukan rakyat kita," katanya pada konferensi pers di Gedung Putih, Jumat.
"Orang-orang menuntut untuk pergi ke gereja dan sinagoge, pergi ke masjid mereka," ujarnya.
Trump mengatakan bahwa jika gubernur tidak mematuhi permintaannya, ia akan mengesampingkan mereka.
Masih belum jelas kebijakan apa yang akan presiden lakukan.
Para gubernur negara bagian pun belum meresponsnya.
Baca: Kekayaan Miliarder AS Meroket Selama Pandemi Covid-19
Baca: Meskipun Lockdown Diperlonggar, Klaim Pengangguran Mingguan AS Diperkirakan Naik 2,4 juta
Sementara itu Firas Bazerbashi, seorang dokter, mengatakan sebagian besar penduduk di Michigan sepenuhnya menyadari risiko kesehatan dan akan melepaskan perayaan Idul Fitri secara tradisional.
Dia menambahkan, setelah berminggu-minggu karantina orang telah belajar untuk menggantikan kunjungan keluarga dengan panggilan telepon dan Zoom.
Meskipun pada dasarnya kebutuhan untuk dekat secara fisik kepada keluarga sangat dibutuhkan.
"Ini akan sangat berbeda," kata Bazerbashi.
"Sangat sulit untuk diisolasi dari keluarga dan teman-teman dan terputus dari komunitas."
"Kami siap secara mental untuk memiliki covid di tengah Idul Fitri, tetapi itu masih sangat menantang," katanya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)