Laporan wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, BANGKOK - Banyak orang di seluruh dunia telah menyaksikan meningkatnya tindakan kekerasan rasis terhadap warga kulit hitam di Amerika Serikat (AS).
Terbaru George Floyd meninggal pada 25 Mei lalu di Minneapolis setelah seorang anggota polisi kulit putih menekan lututnya di leher Floyd sampai ia akhirnya berhenti bernapas.
Anggota polisi itu dipecat dan didakwa atas kasus pembunuhan.
Kejadian itu memicu ribuan orang di dunia turut menyuarakan keadilan untuk Floyd.
Baca: KPK Terima 58 Laporan Penerimaan Gratifikasi Idul Fitri 2020 Senilai Rp 62,8 Juta
Di kota terbesar di Selandia Baru, pada Senin (1/6/2020), ribuan warga menggelar aksi solidaritas untuk memprotes pembunuhan Floyd di Amerika Serikat dan untuk melawan tindakan kekerasan dan rasisme polisi.
Para demonstran di Auckland berjalan ke Konsulat AS.
Mereka berlutut di sana.
Baca: Rusuh di Amerika Serikat: Aksi Penjarahan Diduga Terorganisir, Dibekali HT dan Truk Suplai
Mereka memegang spanduk dengan slogan bertuliskan, "Aku tidak bisa bernapas" dan "Virus nyata itu adalah rasisme."
Ratusan warga lainnya bergabung dengan aksi damai di kota lain di Selandia Baru.
Di Iran, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Abbas Mousavi mendesak pemerintah AS dan polisi untuk menghentikan tindakan kekerasan.
"Untuk pejabat dan polisi Amerika, hentikan kekerasan terhadap rakyat Anda dan biarkan mereka bernapas," kata Mousavi pada konferensi pers di Teheran pada Senin (1.6/2020).
Dia juga mengatakan kepada rakyat Amerika bahwa "dunia bersama Anda."
Dia menambahkan bahwa Iran sedih melihat kekerasan polisi AS baru-baru ini.