TRIBUNNEWS.COM - George Floyd pria Amerika Serikat (AS) yang tewas setelah diijak lehernya oleh polisi ternyata telah dites positif untuk virus corona (covid-19) sejak bulan April 2020.
Sementara hal tersebut bukan faktor dalam kematiannya, dan hasil autopsi lengkapnya telah terungkap.
Dilansir dari New York Post, Floyd kemungkinan tidak lagi bergejala ketika empat petugas kepolisian Minneapolis membunuhnya, menurut Dr. Andrew Baker, kepala pemeriksa medis di Kabupaten Hennepin.
“Karena positif covid-19 dapat bertahan selama berminggu-minggu setelah onset dan resolusi penyakit klinis, dan hasil autopsi kemungkinan besar mencerminkan George Floyd positif asimptomatik tetapi persisten dari infeksi sebelumnya,” tulis Baker dalam laporan tersebut, yang dirilis Rabu dengan izin keluarga Floyd.
Laporan hasil autopsi Floyd sebanyak 20 halaman penuh menyatakan bahwa kematian Floyd adalah pembunuhan.
Bahwa ia meninggal ketika jantungnya berhenti sementara petugas Derek Chauvin menekan lehernya dalam video penangkapan yang dilihatnya secara luas.
Hasil Autopsi Kedua George Floyd Beda dengan yang Pertama, Tak Ada Masalah Penyakit Tapi Pembunuhan
Hasil proses otopsi kedua George Floyd telah dikeluarkan, setelah sebelumnya hasil otopsi pertama juga telah diketahui publik.
Seperti diberitakan sebelumnya, hasil otopsi pertama mengungkapkan tidak ada alasan pencekikan sebagai penyebab kematian George Floyd.
Namun hasil otopsi menyimpulkan bahwa kematian George lantaran efek gabungan dari pencekikan, potensi minuman keras dalam tubuh Floyds dan masalah kesehatan yang mendasarinya, termasuk penyakit jantung, kemungkinan berkontribusi pada kematiannya.